Senin, 06 Maret 2017

Pelaksanaan PKWT ditinjau dari UU no 13 tahun 2003

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003
TENTANGKETENAGAKERJAAN

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas
Mata kuliah Hukum Perburuhan











OLEH:
Rizke Diana                1474201094



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TANGERANG

2015




KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah swt. Yang mana dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, serta sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita kita Rasulullah saw, beserta para keluarga dan sahabat-sahabat beliau.

Dalam penyelesaian makalah ini kami tidak lepas dari pihak-pihak yang telah membantu baik secara moril maupun spiritual sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik. Jadi, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing Hukam Perburuhan Bapak Heru Siswanto S.H. Fakultas Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Tanggerang serta teman-teman angkatan 2014 sertapihak-pihak lain yang telah membantu.
Kami menyadari adanya banyak kekurangan pada makalah ini.Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, agar kami dapat memperbaiki kesalahan yang mungkin ada dalam makalah kami ini. Dan kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi pihak-pihak yang mungkin memerlukan keterengan yang ada dalam makalah ini.
                                   
                                                                        Tanggerang, 19 Oktober 2015





   
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR …..…………………………………………..…….           I
DAFTAR ISI………………………………………………………….............…. II

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang……………………………………………….....................….…    1
B.     Rumusan Masalah…………………………………………....................….......     1
C.     Tujuan……………………………………………….....................……………...  2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu……………...........................…….. 3
B.     Pengertian Pengusaha dan Tenaga Kerja……….…………........................…..… 7
    

BAB III PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………............……………...  9





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya,tujuan diadakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ini adalah untuk salingmengetahui hak dan kewajiban kedua belah pihak, baik itu pengusaha maupunpara pekerja waktu tertentu dalam melaksanakan ketentuan pekerjaan dan tatatertib perusahaan guna meningkatkan produktifitas kerja. Pengaturan tentangpekerja diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentangKetenagakerjaan.
Hal yang menimbulkan permasalahan adalah banyaknya terjadi pelanggaran dalam penerapan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).Dimana terjadi penyimpangan atau bahkan tidak mengacu mengenai pelaksanaanaturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang diatur dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Tujuan diadakan perjanjian kerja waktu tertentu ini adalah untuk mengetahui hak dan kewajiban kedua belah pihak baik itu pengusaha maupunpekerja dalam melaksanakan ketentuan pekerjaan dan tata tertib perusahaanguna meningkatkan produktifitas kerja. Perjanjian Kerja Waktu Tertentudiatur dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62 Undang-Undang No. 13 tahun2003 tentang Ketenagakerjan.

B.     Rumusan Masalah

Apakah Perjanjian Kerja Waktu Tententu (PKWT) sudah sesuai dengan yang diatur dalam Undang undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketanagakerjaan.

C.    Tujuan

Agar mahasiswa mampu menganalisis bagaimana terjadinya ketidak sesuaian Perjanjian Kerja Waktu tertentu (PKWT) dengan yang diatur dalam Undang undang Ketanagakerjaan.




















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “ Perjanjian adalah suatu perbuatan denganmana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang ataulebih lainya”. Sedangkan pengertian perjanjian kerja adalah perjanjian antarapekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuatsyarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.Perjanjian kerja wajibmemenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam hokum perdatadan asas-asas perjanjian pada umumnya. Menurut pasal 1320 KUHPerdata,
perjanjian yang sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3. Suatu hal tertentu;dan
4. Sebab yang halal.
Dari keempat syarat tersebut diatas dapat diuraikan pengertiannya sebagai berikut :
Sepakat mereka yang mengikatkan diri maksudnya adalah kedua belah pihak atau para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut haruslahbersepakat, setuju, seia sekata atas hal-hal yang diperjanjikan.Dan tanpa adapaksaan, kekeliruan dan penipuan.Kesepakatan ini terdapat adanya unsure penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.Sebagai contoh “Pengusaha menawarkan gaji pokok kepada calon karyawannya sebanyak Rp.4.000.000 perbulannya dan calon karyawan tersebut menyetujuinya”.Makadiantara para pihak disini telah terjadi kesepakatan.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian yaitu untuk mengadakankontrak, para pihak haruslah cakap namun dapat saja terjadi bahwa para pihakatau salah satu pihak yang mengadakan kontrak adalah tidak cakap menuruthukum. Seorang oleh hukum dianggap tidak cakap untuk melakukan kontrakjika orang tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika ia telah kawinsebelum berumur 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang berumur 21 tahunkeatas, oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena sesuatu hal dia ditaruhdibawah pengampuan, misalnya gelap mata, dungu atau sakit ingatan.
Suatu hal tertentu maksudnya dalam suatu kontrak objek yangdiperjanjikan dalam perjanjian haruslah jelas dan ditentukan oleh para pihak,objek perjanjian tersebut dapat berupa uang ataupun jasa.Tidak menjadihalangan bahwa jumlah barangnya tidak tertentu, asal saja jumlah itukemudian dapat ditentukan atau dihitung.
Sebab yang halal maksudnya menurut undang-undang sebab yanghalal adalah jika tidak dilarang oleh hokum, tidak bertentangna dengankesusilaan, dan ketertiban umum.Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebabatau kausa yang tidak halal, seperti jual beli ganja untuk mengacaukanketertiban umum, memberikan kenikmatan seksual tanpa nikah yang sah.
Keempat syarat tersebut bersifat komulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah.Syaratkemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan keduabelah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagaisyarat subyektif karena menyangkut mengenai orang yang membuatperjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan harus halaldisebut sebagai syarat objektif karena menyagkut obyek perjanjian.Kalausyarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinyadari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.Jika yang tidakdipenuhi syarat subyektif maka akibat hukum dari perjanjian tersebut adalahdapat dibatalkan, pihak-pihak yang tidak memberikan persetujuan secaratidak bebas, demikian juga oleh orang tua atau wali atau pengampu bagiorang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalanperjanjian itu kepada hakim.Dengan demikian perjanjian tersebutmempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungankerja dalam waktu tertentu atau pekerjaan tertentu yang bersifat sementara (Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP100/MEN/IV/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja WaktuTertentu).Jadi, perjanjian kerja untuk waktu tertentu maksudnya dalamperjanjian telah ditetapkan suatu jangka waktu yang dikaitkan dengan lamanya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha.
Pengertian diatas sesuai dengan pendapat Prof. Payaman Simanjuntak bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerjaatau buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang relative pendek yang jangkawaktunya paling lama dua tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali dantidak boleh melebihi dari tiga tahun lamanya. Lebih lanjut dikatakan,Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang dibuat untuk jangka waktu satu tahun,hanya dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu (perpanjangan)maksimum satu tahun.Jika Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dibuat untuksatu setengah tahun maka dapat diperpanjang setengah tahun.Demikian jugaapabila Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk dua tahun, hanya dapatdiperpanjang satu tahun, sehingga seluruhnya maksimum tiga tahun.
Dalam pasal 56 sampai pasal 63 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah diatur dengan tegas perihal perjanjian kerjauntuk waktu tertentu.Perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atasjangka waktu atas selesainya suatu pekerjaan tertentu.Dengan demikianjelaslah bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat dilakukansecara bebas oleh pihak-pihak, tetapi harus memenuhi ketentuansebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah perjanjian bersyarat, yaitu antara lain dipersyaratkan bahwa harus dibuat tertulis dan dibuat dalam bahasaIndonesia, dengan ancaman apabila tidak dibuat secara tertulis dan tidakdibuat dengan bahasa Indonesia maka dianggap sebagai Perjanjian KerjaWaktu Tidak Tertentu (PKWTT) Pasal 57 ayat (2) Undang-UndangKetenagakerjaan. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak boleh diadakan masapercobaan jika dalam perjanjian terdapat masa poercobaan maka perjanjiantersebut dianggap tidak pernah ada atau dengan kata lain batal demi hokum.Dengan demikian apabila dilakukan Pengakhiran Hubungan Kerja (PHK pada perjanjian kerja waktu tertentu karena alasan masa percobaan makapengusaha dianggap memutuskan hubungan kerja sebelum berakhirnyaperjanjian kerja.Oleh karena itu, pengusaha dapat dikenakan sanksi untukmembayar ganti kerugian kepada pekerja sebesar upah sampai batas waktuberakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap, tetapi perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dibuatuntuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatanpekerjaanya akan selesai dalam waktu tertentu ( Pasal 59 ayat (2) dan (3) yaitusebagai berikut :
1. Pekerjaan yang sekali selesai atau pekerjaan yang bersifat sementara;
2. Pekerjaan yang penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama tiga tahun;
3. Pekerjaan yang bersifat musiman;
4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau perjajakan
Disamping beberapa jenis PKWT diatas, dalam praktek sehari- hari dikenal juga perjanjian kerja harian lepas.Pekerjaan tertentu yang berubahrubahdalam hal waktu pembayaran upah yang didasarkan pada kehadiran,dapat dilakukan melalui perjnjian kerja harian lepas tersebut.Pelaksanaanperjanjian kerja harian lepas dilakukan apabila pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari kerja dalam satu bulan.
Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh pada pekerjaantertentu secara harian lepas, wajib membuat perjanjian kerja harian lepassecara tertulis.Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaandalam Pasal 54 menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secaratertulis sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh;
3. Jabatan atau jenis pekerjaan;
4. Tempat pekerjaan;
5. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh;
7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan tanda tangan para pihak
dalam perjanjian kerja.

Hak-hak tenaga kerja dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :
1. Hak atas upah yang layak (Pasal 88-98)
2. Hak atas tunjangan (Pasal 99-101)
3. Hak waktu istirahat dan cuti (Pasal 79)
4. Hak untuk menikmati hari libur dan uang lembur (Pasal 77)
5. Hak atas kebebasan berserikat (Pasal 104)
6. Hak untuk melaksanakan ibadah (Pasal 80)
7. Hak untuk melakukan mogok kerja (Pasal 137)
8. Hak atas kesehatan dan keselamatan kerja (Pasal 86)
9. Hak atas perlakuan yang sama (Pasal 5)
10. Hak atas pesangon bila di PHK (Pasal 156)

B.                 Pengertian Pengusaha dan Tenaga Kerja

Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruhberdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, danperintah.Dalam pasal 50 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanyaperjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerjaadalah “ setiap orang yang yang mampu melakukan pekerjaan baik diluarmaupun didalam hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untukmemenuhi kebutuhan masyarakat. Penjelasan pasal tersebut menyebutkanpengertian tenaga kerja menurut undang-undang ini meliputi “ tenaga kerjayang bekerja baik diluar maupun didalam hubungan kerja dengan alatproduksi adalah tenaganya sendiri, baik fisik maupun pikiran. Ciri khas darihubungan kerja diatas adalah ia bekerja dibawah perintah orang lain denganmenerima upah “.
Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan, atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuanmemperoleh keuntungan dan/atau laba.( bunyi pasal 1 huruf d).
Dalam pasal 1 ayat 5 huruf (a) menyebutkan bahwa pengusaha adalah orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatuperusahaan milik sendiri.
Upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama ia bekerja atau dipandang melakukan pekerjaan. Asuransi sosial adalah programperlindungan dasar bagi pekerja/buruh beserta keluarganya terhadap resikososial dalam kaitannya dengan hubungan industrial seperti kecelakaan kerja,kematian, kesehatan, dan hari tua.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dalam hal masa kerja bagi pekerja jugatidak sesuai dengan peraturan perundangan ketenagakerjaan, seperti masihada penambahan masa kerja bagi pekerja waktu tertentu yang masakerjanya telah habis. Serta dalam hal pemberitahuan untukmemperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu paling lama 7 (tujuh) harisebelum perjanjian kerja waktu tertentu yang berlaku berakhir juga belumterlaksana dengan baik, sebagaimana diatur dalam perundang-undanganketenagakerjaan. Dalam masalah pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu tidak adanya masa tenggang yang diberikan oleh perusahaanterhadap pekerja waktu tertentu setelah berakhirnya perjanjian kerja waktutertentu yang lama. Pembayaran upah yang dilakukan perusahaan terhadappekerja waktu tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau punyang tidak ditetapkan dalam perjanjian kerja telah sesuai dengan upahminimum Kabupaten/Kota, proses pembayarannya pun juga lancar dantepat waktu. Perawatan kesehatan dan keselamatan kerja tersedia denganbaik, begitu juga dengan persediaan jamsostek bagi tenaga kerja yangmengalami kecelakaan atau sakit dalam waktu bekerja sudah terlaksanadengan baik. Masalah hak cuti yang diberikan oleh perusahaan kepadapekerja waktu tertentu juga sudah diterima oleh pekerja waktu tertentudengan baik.
Antara pekerja waktu tertentu dengan pengusaha juga pernah terjadi perselisihan, perselisihan yang terjadi antara pekerja waktu tertentu denganpengusaha hanya bersifat kecil dan pribadi seperti mengenai pekerja yangsering absen dan terlambat datang ketempat kerja, sehingga upayapenyelesaian yang diambil oleh kedua belah pihak juga bersifatmusyawarah yang penyelesaiannya dilakukan diluar Pengadilan HubunganIndustrial.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar