Senin, 06 Maret 2017

Pelaksanaan PKWT ditinjau dari UU no 13 tahun 2003

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003
TENTANGKETENAGAKERJAAN

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas
Mata kuliah Hukum Perburuhan











OLEH:
Rizke Diana                1474201094



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TANGERANG

2015




KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah swt. Yang mana dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, serta sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita kita Rasulullah saw, beserta para keluarga dan sahabat-sahabat beliau.

Dalam penyelesaian makalah ini kami tidak lepas dari pihak-pihak yang telah membantu baik secara moril maupun spiritual sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik. Jadi, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing Hukam Perburuhan Bapak Heru Siswanto S.H. Fakultas Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Tanggerang serta teman-teman angkatan 2014 sertapihak-pihak lain yang telah membantu.
Kami menyadari adanya banyak kekurangan pada makalah ini.Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, agar kami dapat memperbaiki kesalahan yang mungkin ada dalam makalah kami ini. Dan kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi pihak-pihak yang mungkin memerlukan keterengan yang ada dalam makalah ini.
                                   
                                                                        Tanggerang, 19 Oktober 2015





   
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR …..…………………………………………..…….           I
DAFTAR ISI………………………………………………………….............…. II

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang……………………………………………….....................….…    1
B.     Rumusan Masalah…………………………………………....................….......     1
C.     Tujuan……………………………………………….....................……………...  2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu……………...........................…….. 3
B.     Pengertian Pengusaha dan Tenaga Kerja……….…………........................…..… 7
    

BAB III PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………............……………...  9





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya,tujuan diadakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ini adalah untuk salingmengetahui hak dan kewajiban kedua belah pihak, baik itu pengusaha maupunpara pekerja waktu tertentu dalam melaksanakan ketentuan pekerjaan dan tatatertib perusahaan guna meningkatkan produktifitas kerja. Pengaturan tentangpekerja diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentangKetenagakerjaan.
Hal yang menimbulkan permasalahan adalah banyaknya terjadi pelanggaran dalam penerapan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).Dimana terjadi penyimpangan atau bahkan tidak mengacu mengenai pelaksanaanaturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang diatur dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Tujuan diadakan perjanjian kerja waktu tertentu ini adalah untuk mengetahui hak dan kewajiban kedua belah pihak baik itu pengusaha maupunpekerja dalam melaksanakan ketentuan pekerjaan dan tata tertib perusahaanguna meningkatkan produktifitas kerja. Perjanjian Kerja Waktu Tertentudiatur dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62 Undang-Undang No. 13 tahun2003 tentang Ketenagakerjan.

B.     Rumusan Masalah

Apakah Perjanjian Kerja Waktu Tententu (PKWT) sudah sesuai dengan yang diatur dalam Undang undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketanagakerjaan.

C.    Tujuan

Agar mahasiswa mampu menganalisis bagaimana terjadinya ketidak sesuaian Perjanjian Kerja Waktu tertentu (PKWT) dengan yang diatur dalam Undang undang Ketanagakerjaan.




















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “ Perjanjian adalah suatu perbuatan denganmana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang ataulebih lainya”. Sedangkan pengertian perjanjian kerja adalah perjanjian antarapekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuatsyarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.Perjanjian kerja wajibmemenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam hokum perdatadan asas-asas perjanjian pada umumnya. Menurut pasal 1320 KUHPerdata,
perjanjian yang sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3. Suatu hal tertentu;dan
4. Sebab yang halal.
Dari keempat syarat tersebut diatas dapat diuraikan pengertiannya sebagai berikut :
Sepakat mereka yang mengikatkan diri maksudnya adalah kedua belah pihak atau para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut haruslahbersepakat, setuju, seia sekata atas hal-hal yang diperjanjikan.Dan tanpa adapaksaan, kekeliruan dan penipuan.Kesepakatan ini terdapat adanya unsure penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.Sebagai contoh “Pengusaha menawarkan gaji pokok kepada calon karyawannya sebanyak Rp.4.000.000 perbulannya dan calon karyawan tersebut menyetujuinya”.Makadiantara para pihak disini telah terjadi kesepakatan.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian yaitu untuk mengadakankontrak, para pihak haruslah cakap namun dapat saja terjadi bahwa para pihakatau salah satu pihak yang mengadakan kontrak adalah tidak cakap menuruthukum. Seorang oleh hukum dianggap tidak cakap untuk melakukan kontrakjika orang tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika ia telah kawinsebelum berumur 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang berumur 21 tahunkeatas, oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena sesuatu hal dia ditaruhdibawah pengampuan, misalnya gelap mata, dungu atau sakit ingatan.
Suatu hal tertentu maksudnya dalam suatu kontrak objek yangdiperjanjikan dalam perjanjian haruslah jelas dan ditentukan oleh para pihak,objek perjanjian tersebut dapat berupa uang ataupun jasa.Tidak menjadihalangan bahwa jumlah barangnya tidak tertentu, asal saja jumlah itukemudian dapat ditentukan atau dihitung.
Sebab yang halal maksudnya menurut undang-undang sebab yanghalal adalah jika tidak dilarang oleh hokum, tidak bertentangna dengankesusilaan, dan ketertiban umum.Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebabatau kausa yang tidak halal, seperti jual beli ganja untuk mengacaukanketertiban umum, memberikan kenikmatan seksual tanpa nikah yang sah.
Keempat syarat tersebut bersifat komulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah.Syaratkemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan keduabelah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagaisyarat subyektif karena menyangkut mengenai orang yang membuatperjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan harus halaldisebut sebagai syarat objektif karena menyagkut obyek perjanjian.Kalausyarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinyadari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.Jika yang tidakdipenuhi syarat subyektif maka akibat hukum dari perjanjian tersebut adalahdapat dibatalkan, pihak-pihak yang tidak memberikan persetujuan secaratidak bebas, demikian juga oleh orang tua atau wali atau pengampu bagiorang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalanperjanjian itu kepada hakim.Dengan demikian perjanjian tersebutmempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungankerja dalam waktu tertentu atau pekerjaan tertentu yang bersifat sementara (Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP100/MEN/IV/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja WaktuTertentu).Jadi, perjanjian kerja untuk waktu tertentu maksudnya dalamperjanjian telah ditetapkan suatu jangka waktu yang dikaitkan dengan lamanya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha.
Pengertian diatas sesuai dengan pendapat Prof. Payaman Simanjuntak bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerjaatau buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang relative pendek yang jangkawaktunya paling lama dua tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali dantidak boleh melebihi dari tiga tahun lamanya. Lebih lanjut dikatakan,Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang dibuat untuk jangka waktu satu tahun,hanya dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu (perpanjangan)maksimum satu tahun.Jika Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dibuat untuksatu setengah tahun maka dapat diperpanjang setengah tahun.Demikian jugaapabila Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk dua tahun, hanya dapatdiperpanjang satu tahun, sehingga seluruhnya maksimum tiga tahun.
Dalam pasal 56 sampai pasal 63 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah diatur dengan tegas perihal perjanjian kerjauntuk waktu tertentu.Perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atasjangka waktu atas selesainya suatu pekerjaan tertentu.Dengan demikianjelaslah bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat dilakukansecara bebas oleh pihak-pihak, tetapi harus memenuhi ketentuansebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah perjanjian bersyarat, yaitu antara lain dipersyaratkan bahwa harus dibuat tertulis dan dibuat dalam bahasaIndonesia, dengan ancaman apabila tidak dibuat secara tertulis dan tidakdibuat dengan bahasa Indonesia maka dianggap sebagai Perjanjian KerjaWaktu Tidak Tertentu (PKWTT) Pasal 57 ayat (2) Undang-UndangKetenagakerjaan. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak boleh diadakan masapercobaan jika dalam perjanjian terdapat masa poercobaan maka perjanjiantersebut dianggap tidak pernah ada atau dengan kata lain batal demi hokum.Dengan demikian apabila dilakukan Pengakhiran Hubungan Kerja (PHK pada perjanjian kerja waktu tertentu karena alasan masa percobaan makapengusaha dianggap memutuskan hubungan kerja sebelum berakhirnyaperjanjian kerja.Oleh karena itu, pengusaha dapat dikenakan sanksi untukmembayar ganti kerugian kepada pekerja sebesar upah sampai batas waktuberakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap, tetapi perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dibuatuntuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatanpekerjaanya akan selesai dalam waktu tertentu ( Pasal 59 ayat (2) dan (3) yaitusebagai berikut :
1. Pekerjaan yang sekali selesai atau pekerjaan yang bersifat sementara;
2. Pekerjaan yang penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama tiga tahun;
3. Pekerjaan yang bersifat musiman;
4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau perjajakan
Disamping beberapa jenis PKWT diatas, dalam praktek sehari- hari dikenal juga perjanjian kerja harian lepas.Pekerjaan tertentu yang berubahrubahdalam hal waktu pembayaran upah yang didasarkan pada kehadiran,dapat dilakukan melalui perjnjian kerja harian lepas tersebut.Pelaksanaanperjanjian kerja harian lepas dilakukan apabila pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari kerja dalam satu bulan.
Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh pada pekerjaantertentu secara harian lepas, wajib membuat perjanjian kerja harian lepassecara tertulis.Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaandalam Pasal 54 menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secaratertulis sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh;
3. Jabatan atau jenis pekerjaan;
4. Tempat pekerjaan;
5. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh;
7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan tanda tangan para pihak
dalam perjanjian kerja.

Hak-hak tenaga kerja dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :
1. Hak atas upah yang layak (Pasal 88-98)
2. Hak atas tunjangan (Pasal 99-101)
3. Hak waktu istirahat dan cuti (Pasal 79)
4. Hak untuk menikmati hari libur dan uang lembur (Pasal 77)
5. Hak atas kebebasan berserikat (Pasal 104)
6. Hak untuk melaksanakan ibadah (Pasal 80)
7. Hak untuk melakukan mogok kerja (Pasal 137)
8. Hak atas kesehatan dan keselamatan kerja (Pasal 86)
9. Hak atas perlakuan yang sama (Pasal 5)
10. Hak atas pesangon bila di PHK (Pasal 156)

B.                 Pengertian Pengusaha dan Tenaga Kerja

Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruhberdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, danperintah.Dalam pasal 50 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanyaperjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerjaadalah “ setiap orang yang yang mampu melakukan pekerjaan baik diluarmaupun didalam hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untukmemenuhi kebutuhan masyarakat. Penjelasan pasal tersebut menyebutkanpengertian tenaga kerja menurut undang-undang ini meliputi “ tenaga kerjayang bekerja baik diluar maupun didalam hubungan kerja dengan alatproduksi adalah tenaganya sendiri, baik fisik maupun pikiran. Ciri khas darihubungan kerja diatas adalah ia bekerja dibawah perintah orang lain denganmenerima upah “.
Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan, atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuanmemperoleh keuntungan dan/atau laba.( bunyi pasal 1 huruf d).
Dalam pasal 1 ayat 5 huruf (a) menyebutkan bahwa pengusaha adalah orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatuperusahaan milik sendiri.
Upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama ia bekerja atau dipandang melakukan pekerjaan. Asuransi sosial adalah programperlindungan dasar bagi pekerja/buruh beserta keluarganya terhadap resikososial dalam kaitannya dengan hubungan industrial seperti kecelakaan kerja,kematian, kesehatan, dan hari tua.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dalam hal masa kerja bagi pekerja jugatidak sesuai dengan peraturan perundangan ketenagakerjaan, seperti masihada penambahan masa kerja bagi pekerja waktu tertentu yang masakerjanya telah habis. Serta dalam hal pemberitahuan untukmemperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu paling lama 7 (tujuh) harisebelum perjanjian kerja waktu tertentu yang berlaku berakhir juga belumterlaksana dengan baik, sebagaimana diatur dalam perundang-undanganketenagakerjaan. Dalam masalah pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu tidak adanya masa tenggang yang diberikan oleh perusahaanterhadap pekerja waktu tertentu setelah berakhirnya perjanjian kerja waktutertentu yang lama. Pembayaran upah yang dilakukan perusahaan terhadappekerja waktu tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau punyang tidak ditetapkan dalam perjanjian kerja telah sesuai dengan upahminimum Kabupaten/Kota, proses pembayarannya pun juga lancar dantepat waktu. Perawatan kesehatan dan keselamatan kerja tersedia denganbaik, begitu juga dengan persediaan jamsostek bagi tenaga kerja yangmengalami kecelakaan atau sakit dalam waktu bekerja sudah terlaksanadengan baik. Masalah hak cuti yang diberikan oleh perusahaan kepadapekerja waktu tertentu juga sudah diterima oleh pekerja waktu tertentudengan baik.
Antara pekerja waktu tertentu dengan pengusaha juga pernah terjadi perselisihan, perselisihan yang terjadi antara pekerja waktu tertentu denganpengusaha hanya bersifat kecil dan pribadi seperti mengenai pekerja yangsering absen dan terlambat datang ketempat kerja, sehingga upayapenyelesaian yang diambil oleh kedua belah pihak juga bersifatmusyawarah yang penyelesaiannya dilakukan diluar Pengadilan HubunganIndustrial.


Dampak Perberlakuan AFTA bagi Indonesia

DAMPAK PEMBERLAKUAN AFTA (ASEAN Free Trade Area)
TERHADAP PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DI INDONESIA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas
Mata kuliah Hukum Dagang











OLEH KELOMPOK 5:
Rizke Diana                1474201094


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TANGERANG

2015






KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah swt. yang mana dengan limpah anrahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat diselesai kan tepat pada waktu nya, serta sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita kita Rasulullah saw, beserta para keluarga dan sahabat-sahabat beliau.

Dalam penyelesaian makalah ini kami tidak lepas dari pihak-pihak yang telah membantu baik secara moril maupun spiritual sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik. Jadi, kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen pembimbing Hukum Dagang ibu Nizla Rohaya,SH, LLM. Fakultas Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Tanggerang serta teman-teman angkatan 2014 sertapihak-pihak lain yang telah membantu.
Kami menyadari adanya banyak kekurangan pada makalah ini.Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, agar kami dapat memperbaiki kesalahan yang mungkin ada dalam makalah kami ini. Dan kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi pihak-pihak yang mungkin memerlukan keterengan yang ada dalam makalah ini.
                                   
                                                                        Tanggerang, 06 Oktober 2015






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………...………………………….I
DAFTAR ISI…………………………………..……..…………………….…….II

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang…………………………………..……..………………….……..1
B.     Rumusan Masalah…………………………………..……..…………..…..2
C.     Tujuan…………………………………..……..…………..……………....2

BAB II PEMBAHASAN
1.      Dampak AFTA terhadap Perdagangan di Indonesia………………………3
2.      Upaya Indonesia Dalam Menghadapi AFTA………………………….…..6

BAB III PENUTUP
Kesimpulan…………………………..…..…………..........................................8
DAFTAR PUSTAKA…………………………..…..…………...........................9







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

AFTA (ASEAN Free Trade Area), bagi negara-negara pesertanya,sekarang adalah sebuah kenyataan yang mau tidak mau harus    dihadapi. Ini karena sejak tanggal 1 Januari 2002, kesepakatan AFTA tersebut telah resmi diberlakukan, khususnya di negara ASEAN-6, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand (di Vietnam mulai diberlakukan pada tahun 2006, Laos dan Myanmar pada tahun 2008, danKamboja pada tahun 2010).
Dengan diberlakukannya AFTA ini, maka negara-negara anggotaharus menurunkan tarif impornya, menjadi hanya tinggal 0%-5%, terhadap barang-barang dari negara-negara sesama anggota AFTA yang telah dimasukkan ke dalam Daftar Inklusif (Inclusive List) dan telah memenuhi
ketentuan yang disepakati (tentang kandungan produk ASEAN) dalamkesepakatan AFTA tersebut. Pada akhirnya, diharapkan keseluruhan tarif iniakan dihapuskan sama sekali (menjadi 0%), pada tahun 2010 bagi Negara ASEAN-6 dan 2015 bagi negara ASEAN-4, sehingga akan menciptakankawasan perdagangan regional Asia Tenggara yang benar-benar bebas. Haltersebut diperkuat dengan penandatanganan kesepakatan cetak biru AEC(ASEAN Economic Community) 2015 dan ASEAN Charter oleh parapemimpin negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-13, 20 November 2007.
AFTA ini sesungguhnya adalah bagian dari upaya penciptaan kawasan perdagangan bebas, yang memungkinkan masing-masing negara untukberdagang dengan negara lainnya secara bebas, tanpa dikenai hambatan tariff maupun non-tarif.


B.     Rumusan Masalah

1.Bagaimana Dampak AFTA terhadap Perdagangan Indonesia?
2.Bagaimana Solusi dalam Menyelesaikan Perdagangan Bebas?


C.    Tujuan

Untuk mengetahui dampak AFTA ( ASEAN Free Trade Area) terhadap perdagangan di Indonesia dan bagaimana solusi dalam menyelesaikan AFTA tersebut.
















BAB II
PEMBAHASAN

1.   Dampak AFTA terhadap Perdagangan di Indonesia

Secara normatif, upaya untuk memunculkan AFTA ini lahir dari pemikiran tentang bagaimana meningkatkan hubungan (dan juga kerjasama), khususnya dalam bidang ekonomi, yang erat di antara negara-negara anggotaASEAN. Hal ini dipandang sebagai salah satu perwujudan dari tujuanbersama ASEAN, sebagaimana yang termuat di dalam Deklarasi Bangkokpada pasal 2 ayat 5, yaitu “To collaborate more effectively for the greatest utilization of their agriculture and industries the expansions of their trade, the improvement of their transportation and communication facilities, and the raising of the living standart of their peoples”.
Selain sebagai bagian dari kerja sama ASEAN, lahirnya AFTA juga
harus disadari merupakan salah satu dampak dari munculnya tren liberalisasi ekonomi (termasuk perdagangan) yang melanda dunia. Perkembangan trenliberalisasi ini terutama disponsori oleh kelompok-kelompok yang secaratradisional memang menganut paham kapitalisme liberalisme (Amerika,Jepang, dan negara-negara Eropa Barat).Dalam pandangan kelompok ini,efisiensi dan efektifitas ekonomi hanya dapat dicapai apabila aktifitasekonomi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Aktivitasperdagangan antar negara dilaksanakan berdasarkan konsep keunggulankomparatif (comparative advantage), yang memungkinkan setiap Negara untuk terlibat meskipun tidak memiliki keunggulan mutlak (absoluteadvantage) dalam bidang apa pun. Pemerintah dalam hal ini hanya bertugasuntuk mengawasi apakah mekanisme pasar tersebut berjalan dengan baik dantidak terjadi pelanggaran atas aturan yang ada.
Ada banyak dampak suatu perjanjian perdagangan bebas, antara lain spesialisasi dan peningkatan volume perdagangan. Sebagai contoh, ada dua Negara yang dapat memproduksi dua barang , yaitu A dan B, tetapi kedua Negara tersebut membutuhkan barang A dan B untuk dikonsumsi.
Secara teoritis, perdagangan bebas antara kedua Negara tersebut akan membuat Negara yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi barang A (misalkan negara pertama) akan membuat hanya barang A, mengekspor sebagian barang A ke Negara kedua dan mengimpor barang B dari Negara kedua.
Sebaliknya Negara kedua akan memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke Negara pertama, dan akan mengimpor sebagian barang A dari Negara pertama. Akibatnya, tingkat produksi secara keseluruhan akan meningkat (karena masing-masing Negara mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang yang mereka dapat produksi dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume perdagangan antara kedua Negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan dengan apabila kedua Negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak melakukan perdagangan).
Saat ini AFTA sudah hamper seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tariff impor barang antar Negara ASEAN secara berangsur-angsur telah dikurangi. Saat ini tariff impor lebih dari 99 persen dari barang-barang yang termasuk dalam daftar common effective preverential tariff (CEPT) di Negara-negara ASEAN 6 (brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, singapura, dan Thailand) telah diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.
Sesuai dengn teori yang dibahas di atas, AFTA tampaknya telah dapat meningkatkan volume perdagangan antar Negara ASEAN secara segnifikan. Ekspor Thailand ke ASEAN, misalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 86,1% dari tahun 2000 ke tahun 2005. Sementara itu ekspor Malaysia ke Negara-negara ASEAN lainya telah mengalami kenaikan besar sebesar 40,8% dalam kurun waktu yang sama.
Adanya AFTA telah memberikan kemudahan kepada Negara-negara ASEAN untuk memasarkan produk-produk  mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan Negara-negara non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia, kemampuan Negara-negara ASEAN dalam melakukan penetrasi pasar kita bahkan masih lebih baik dari china. Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa pasar ekspor Negara ASEAN  ke Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia.
Berbeda dengan anggapan kita selama ini bahwa ternyata daya presentasi produk-produk china di Indonesia tidak setinggi daya penetrasi produk-produk Negara ASEAN. Pada tahun 2001 china menguasai sekitar 6,0% dari total impor Indonesia. Pada tahun 2005 baru mencapai 10,1%, masih jauh lebih rendah dari pangsa pasar Negara-negara ASEAN. Jadi, saat ini produk-produk dari Negara ASEAN lebih menguasai pasar Indonesia disbanding dengan produk-produk dari China.
Sebaliknya, berbeda dengan Negara-negara ASEAN yang lain, tampaknya belum terlalu diperhatikan potensi pasar ASEAN, dan lebih menarik dengan pasar-pasar tradisional, seperti jepang dan amerika serikat.Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor kita ke Negara-negara ASEAN yang tidak kenaikan yang terlalu signifikan sejak AFTA dijalankan. Pada tahun 2000, misalnya, pangsa pasar ekspor Indonesia di Malaysia mencapai 2,8%. Dan pada tahun 2005 hanya memingkat menjadi 3,8%. Hal yang sama terjadi di pasar Negara-negara ASEAN liannya.
Insfrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia dinilai belum siap menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau pasar Bebas ASEAN mulai 2005.Namun bagi Indonesia bukan melulu keuntungan, sebab FTA juga bisa menjadi ancaman bila pemerintah RI tidak mempersiapkan SDM dan insfrastrultur dalam negeri.Dampak terburuk justru mengancam masyarakat lapisan paling bawah, seperti petani garam dan pedagang kecil. Saat ini Indonesia setidaknya berada di peringkat ke enam di ASEAN di luar Negara-negara yang baru bergabung (kamboja, Vietnam, laos, dan Myanmar).
Selain SDM, infrastruktur ditanah air juga belum mendukung untuk menghadapi AFTA. Indonesia harus bisa menjadi pengelola atau tidak melulu menjadi broker atau mediator dalam perdagangan bebas.


2.   Upaya Indonesia Dalam Menghadapi AFTA

Yang harus dilakukan Indonesia agar dapat dengan baik menghadapi AFTA  dan dapat bersaing dengan Negara-negara lain didalamnya adalah :
1.      Pemantapan Organisasi Pelaksana AFTA
AFTA sebagai suatu kegiatan baru dalam kerjasama ASEAN harus didukung oleh struktur organisasi yang kuat agar pelaksanaanyaa dapat berjalan sebagaimana mestinya.Struktur organisasi yang kuat sangat diperlukan karena AFTA harus dilaksanakan dengan baik, adil dan terarah sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal dan merata.
2.      Promosi dan Penetrasi Pasar
Kenyataan menunjukkan bahwa volume perdagangan Indonesia dibandinghkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya adalah nomor dua terkecil setelah Filipina, sedangkan volume perdagangan Indonesia dengan singapura hanya 5,1% dari seluruh perdagangan intra ASEAN. Keadaan tersebut terutama disebabkan oleh komoditas ekspor Indonesia belum banyak dikenal oleh Negara-negara ASEAN.Karena itu keikutsertaan dalam pameran perdagangan internasional perlu ditingkatkan.Peningkatan kunjungan dagang sangant besar pula artinya dalam melakukan promosi dan penetrasi pasar hasil produksi Indonesia.
3.      Peningkatan Efisiensi Produksi Dalam Negeri
Untuk meningkatkan efisiensi produksi dalam negeri, perlu diciptakan kondisi persaingan yang sehat di antara sesama pengusaha agar tidak terdapat “distori harga” bahan baku. Disamping itu biaya-biaya non produksi secara keseluruhan dapat ditekan.Dalam kaitan ini, kebijakan regulasi yang telah dijalankan pemerintah sejak beberapa tahun lalu perlu terus dilanjutkan dan diperluas kepada sector-sektor rill yang langsung mempengaruhi kegiatan produksi dan selanjutnya perlu diusahakan agar pemberian fasilitas-fasilitas yang cenderung menciptakan kondisi monopoli dalam pengelolaan usaha perlu dihilangkan.

4.      Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Kualitas sumber daya manusia Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan kualitas sumber daya manusia Negara ASEAN lainya.Oleh karena itu, dalam rangka menghadapi AFTA, usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perlu lebih ditingkatkan dengan mengembangkan sekolah kejuruan dan politeknik di masa mendatang.
5.      Perlindungan Terhadap Industri Kecil
Pelaksanaan  AFTA akan mengakibatkan tingginya tingkat persaingan, sehingga hanya perusahaan besar yang mampu terus berkembang. Perusahaan besar tersebut diperkirakan terus menekan industry kecil yang pada umumnya kurang mampu bersaing dengan para konglomerat.Untuk melindungi industry kecil tersebut, perlu diwujudkan sebuah undang-undang anti monopoli atau membentuk suatu organisasi pemersatu perusahaan-perusahaan berskala kecil.
6.       Upaya Meningkatkan Daya Saing Sektor Pertanian
Dalam upaya meningkatkan peran ekspor sector pertanian, perlu dikembangkan produk-produk unggulan yang mampu bersaing dipasar, baik pasar domestic maupun pasar internasiaonal. Perngembangan produk-produk unggulan dilaksanakan melalui serangkaian proses yang saling terkait sertya membentuk suatu system agribisnis yang terdiri dari system pra produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
AFTA adalah bentuk dari Free Trade di kawasan ASIA Tenggara merupakan kerjasama regional dalam bidang ekonomi mempunyai tujuan untuk  meningkatkan volume perdagangan diantara negara anggota melalui penurunan tarif beberapa komoditas tertentu, termasuk didalamnya beberapa komoditas pertanian, dengan tarif mendekati 0-5%. Inti AFTA adalah CEPT (common effective preferential tariff), yakni barang-barang yang diproduksi diantara negara ASEAN  yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40% kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5%.
Sampai saat ini, CEPT masih merupakan hal yang sulit untuk dijalankan oleh negara-negara di ASEAN, hanya singapura saja yang sudah dapat mengurangi hambatan tarifnya sebesar 0%, sedangkan negara-negara ASEAN lainnya masih berusaha untuk mencoba mengurahi hambatan tarifnya.
Indonesia sebagai negara yang menyutujui AFTA, sebentar lagi akan masuk dalam era perdagangan bebas, sehingga bangsa ini akan bersaing dengan bangsa-bangsa ASEAN lainnya. Dengan kondisi bangsa indonesia dan perekonomian indonesia saat ini, indonesia dapat dikatakan masih belum siap dalam manghadapi persaingan global.sumber daya manusia indonesia dengan masih bnyaknya masyarakat dengan tingkat pendidikan dan keahlian yang minim membuat indonesia diprediksikan akan kalah dalam persaingan. Situasi politik dan hukum di indonesia yang amat sangat tidak pasti juga menambah jumlah nilai minus indonesia dalam menghadapi AFTA.