MEKANISME HAM DI INDONESIA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas
Mata kuliah Hukum dan Ham
OLEH KELOMPOK :
Wahyu Nuhraha
Maretna Tri H.
Rizke Diana
Yogi Febriyansah
Melky
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TANGERANG
TANGERANG
2016
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada dasarnya setiap manusia ingin hidup
dalam kedamaian, keamanan hidup yang
tenteram dan sejahtera lahir dan bathin tanpa ada gangguan dari manapun dan
oleh siapapun. Karena dengan kondisi yang demikian manusia dapat melakukan
aktifitas hidupnya sebagai individu maupun sosial. Tetapi jika terjadi dalam
kondisi yang sebaliknya manusia seolah-olah tidak bisa hidup karena tidak dapat
menikmati ketentraman hidupnya yang pada
dasarnya merupaka hak asasi baginya.
Gambaran di atas adalah hal yang wajar
karena semua harapan tersebut merupakan hak asasi yang secara kodrat telah
melekat pada manusia sebagai anugerah
dari yang Maha Kuasa. Akan tetapi sering manusia memperjuangkan terhadap apa
yang menjadi haknya tidak dapat terwujud sesuai harapan. Keadaan demikian
menurut penulis disebabkan beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama yaitu
bahwa keberadaan instrumen hukum yang mendasari atas perlindungan hak asasi
manusia tidak didukung pelaksanaannya secara optimal oleh kalangan yang
berwenang. Dalam hal ini boleh jadi disebabkan system politik yang
mengkondisikan pada kebijakan penguasa. Kemungkinan kedua berkenaan dengan
ketidaktahuan individu dan/atau masyarakat umum tentang mekanisme perlindungan
hak asasi manusia sehingga ketika hak-hak asasinya diusik, mereka hanya
menerima pasrah. Kemungkinan ketiga adalah karena ketidak berdayaan seseorang dan/atau masyarakat terhadap suatu
system yang berlaku menurut ketentuan yang berdasarkan prosedur atau birokrasi
yang berbelit-belit.
Dari keadaan di atas perlu diuraikan
bagaimana permasalahan hak asasi manusia
bisa diselesaikan melalui
mekanisme yang ada pada lembaga-lembaga perlindungan hak asasi manusia baik
dari bentukan pemerintah seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi
Nasional Perlindungan Anak, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan,
Komisi Nasional Lanjut Usia, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, dan lain
sebagainya. Selain tu dapat pula melalui lembaga-lembaga non pemerintah (Non
Govermental Organization-NGO / LSM ) seperti LBH, ELSAM, KONTRAS, PBHI, dan
lain sebagainya (R.B. Sularto, 2009 : 272).
Masalah Hak Asasi Manusia bukanlah hal
yang baru bagi masyarakat dunia, karena isu hak asasi manusia sudah mulai
dilontarkan semenjak lahirnya Magna Charta di Inggris pada Tahun 1215. Bahkan
dalam dunia Islam hak asasi manusia sudah diatur pada jaman Nabi Muhammad yang
dikenal dengan Piagam Madinah. Sampai saat ini permasalahan hak asasi manusia terus
berkembang, sehingga permasalahan hak asasi manusia semakin komplek. meskipun
substansi dari hak-hak itu bersifat
universal, tetapi perkembangan hak asasi manusia diberbagai negara
banyak dipengaruhi oleh system politik / pemerintahan yang berlangsung pada
negara tersebut. Di Indonesia misalnya, permasalahan hak asasi manusia dari
produk hukum / instrumennya,
mekanismenya, dan penyelesaian pelanggaran HAM yang sarat politis selalu
menjadi sorotan masyarakat luas.
Dari keadaan di atas, makalah ini hanya
membahas permasalahan HAM yang berhubungan dengan mekanismenya saja yang
meliputi: 1) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia; 2). Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan; 3). Komisi Nasional Perlindungan Anak; dan 4).
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Selain itu dipaparkan tentang pengertian Hak
Asasi Manuisia dari pendapat para ahli.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas,
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut
1. Bagaimana
mekanisme Hak Asasi Manusia di Indonesia ?
2. Peran
lembaga - lembaga yang termasuk dalam mekanisme HAM diIndonesia ?
3. Contoh
kasus tentang pelanggaran HAM.
C.
Tujuan
Tujuan penulisan ini bermanfaat bagi :
a. Pembaca,
dapat menambah pengetahuan dan pemahaman yang berkaitan dengan masalah hak asasi manusia di Indonesia.
Selain itu tulisan ini dapat dijadikan refernsi terutama bagi semua pihak yang
memerlukan bahan bacaan dalam masalah hak asasi manusia.
b. Mengetahui
mekanisme Hak Asasi Manusia di Indoneisa
c. Mnegetahui
bentuk-bentuk Pelanggaran Ham di indonesia yang dikaitlam dengan lembaga yang
berwenang seperti Komnas Ham.
BAB
1I
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
DAN MEKANISME HAM DI INDONESIA
Istilah
hak-hak asasi manusia merupakan terjemahan dari istilah droits de I’homme dalam
bahasa Perancis yang berarti “hak
manusia” atau human rights dalam bahasa Inggris, atau menselijke rechten dalam bahasa Belanda. Di
Indonesia umumnya dipergunakan istilah “hak-hak asasi” yang merupakan
terjemahan dari basic rights. Sebagian orang menyebutnya dengan istilah hak-hak
fundamental (fundamental rights). Dalam berbagai peraturan perundang-undangan
Indonesia dipergunakan istilah hak-hak asasi manusia ( Ramdlon Naning, 1983 : 7
).
Hak
Asasi Manusia menurut Undang-Undang HAM nomor 39 Tahun 2009 adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat
manusia (Pasal 1 ayat (1) UU HAM no. 39 Tahu 2009 ). Selain itu terdapat banyak
batasan tentang pengertian hak asasi manusia seperti yang dikemukakan oleh
Hendarmin Ranadireksa (2002 : 139 dalam Muladi,2009 : 39 ) bahwa hak asasi
manusia pada hakekatnya adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk
melindungi warga negara dari kemungkinan penindasan, pemasungan, dan atau
pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara. Apa yang dikemukakan oleh
Hendarmin di atas lebih mengarah kepada perangkat hukum yang dimiliki oleh
negara untuk melindungi hak asasi manusia warga negaranya. Berbeda dengan
pendapat Mahfud MD, bahwa hak asasi manusia itu diartikan sebagai hak yang
melekat pada martabat manusia sebagi makhluk ciptaan Tuhan, dan hak tersebut
dibawa manusia sejak lahir ke muka bumi sehingga hak tersbut bersifat fitri
(kodrati), bukan merupakan pemberian manusia atau negara. (Mahfud MD 2001 : 127
). Pendapat di atas senada dengan
pendapat Jan Materson dari Komisi HAM PBB, yang juga diikuti oleh
Baharudin Lopa, hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap
manusia yang tanpanya manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. HAM merupakan
hak alamiah yang melekat pada diri setiap manusia. Karena itu, tidak seorangpun
diperkenankan merampas hak-hak tersebut (Bedjo, 2010 : 173). Pendapat Jan
Materson di atas pada dasarnya sejalan dengan pendapat Miriam Budiarjo bahwa
hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada diri kita, dan tanpa hak-hak
itu kita tidak dapat hidup layak sebagai manusia (Miriam Budiarjo dalam Tilaar,
2001 : 21 ).
Dari
beberapa pengertian di atas penulis mempunyai pendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang
melekat pada diri setiap manusia yang bukan hanya sejak dilahirkan tetapi sejak
dalam kandungan ketika manusia itu telah mempunyai kehidupan. Jadi hak asasi
manusia adalah pemberian Tuhan Yang Maha esa dan bukan pemberian orang lain
atau negara atau pemerintah.
Menurut
Ifdhal Kasim ( Ketua Komnas HAM ) mekanisme HAM adalah suatu sistem yang
disediakan oleh negara untuk melindungi hak-hak warga negara dari pelanggaran
hak asasi. Mekanisme HAM mempunyai fungsi perlindungan dan pemajuan HAM. Wujud
mekanisme HAM tercermin dengan berbagai institusi seperti Komnas HAM (Keppres
Nomor 50 Tahun 1993), Komnas Perempuan (Keppres nomor 181 tahun 1998), Komnas
Perlindungan Anak (Keppres Nomor 77 Tahun 2003), dan Komisi Ombudsman. Keempat
mekanisme HAM ini biasanya dilengkapi dengan prosedur pengaduan, pemantauan,
pengkajian dan pendidikan . (Ifdhal Kasim, 2010). Menurut penulis selain keempat mekanisme
tersebut di atas terdapat juga kelembagaan lain seperti Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi, Komisi Nasional Lanjut Usia (Keppres Nomor 52 Tahun 2004), dan
lain sebagainya. Keberadaan lembaga-lembaga perlindungan hak asasi manusia
seperti di atas mempunyai peranan yang penting sekali bagi kemajuan HAM di
Indonesia, karena fungsinya bukan hanya melindungi tetapi juga memperjuangkan dan
menegakkan hak asasi manusia dari pelanggaran dan penindasan terhadap hak asasi
setiap individu oleh siapapun.
Mengapa
perlu adanya mekanisme HAM ?. Dalam sebuah tulisan yang dikutip dari wawancara
khusus oleh Qomariyah dari Redaksi
Komnas Perempuan dengan Ifdhal Kasim,
Ketua Komnas HAM (18 Oktober 2010), bahwa Pada masa pemerintahan Soeharto,
Indonesia menjadi negara yang banyak disorot dunia internasional karena
pelanggaran HAM yang terjadi. Pelanggaran HAM terjadi karena sistem politik
yang tertutup dan otoriter. Sementara negara tidak menyediakan mekanisme bagi
perlindungan hak warga negara. Karena itulah komunitas internasional mendesak
Indonesia membuat mekanisme nasional perlindungan HAM. Maka, pada tahun 1993
dibentuklah Komnas HAM. Lahirnya Komnas HAM sebetulnya juga dipercepat dengan
peristiwa pembantaian di Dili. Sebelum ada Komnas HAM, pelanggaran HAM banyak
ditangani oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Meskipun dilahirkan oleh
negara, mekanisme HAM tidak menjadi bagian dari kebijakan pemerintah. Dia harus
independen, mandiri, tidak berpihak, mencerminkan pluralitas dalam anggotanya
dan harus mewakili keahlian yang ada.
Dari
latar belakang sistem politik yang dijalankan penguasa pada masa rezim orde
baru belum ada undang-undang hak asasi, ratifikasi terhadap beberapa konvensi
PBB tentang Hak Asasi Manusia, dan ratifikasi perjajnjian tidak dilakukan
dengan undang-undang melainkan melalui keppres. Pada hal konvensi yang telah
diratifikasi akan berlaku secara umum dan mengikat setiap warga negara, maka
seharusnya setiap ratifikasi dilakukan dengan suatu undang-undang. Yang jelas
system hukum pada waktu itu belum mampu menjamin hak asasi warga negara.
Bahkan lebih banyak membatasi warga negara dalam berorganisasi,
kebebasan mengeluarkan pendapat seperti UU mengenai organisasi masyarakat, UU
partai politik, system pers yang otoriter.
Di
era reformasi sekarang ini penting sekali disosialisasikan kepada setiap warga
negara Indonesia terutama yang berkenaan dengan mekanisme perlindungan HAM. Bagaimana
mekanisme perlindungan HAM di Indonesia ?
Mekanisme perlindungan HAM secara nasional dapat dilakukan melalui (1)
sistem hukum yang berlaku yaitu melalui pengadilan; (2) DPR / Parliament; (3)
Non Govermental Organization-NGO / LSM; (4) National Human Rights Institutions
seperti KOMNAS HAM, dan (5) melalui mass media
( Muladi “HAM dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana”,
2009 : 109) Adapun yang termasuk dalam
Non Govermental Organization-NGO / LSM dalam lingkup nasional seperti ELSAM, PBHI, KONTRAS, LBH, dan lain-lain
(R.B. Sularto, 2009 : 272)
B.
PERAN
LEMBAGA - LEMBAGA YANG TERMASUK MEKANISME HAM DI INDONESIA
1. KOMISI
NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia adalah insitusi yang dibentuk dengan tujuan untuk
mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan
Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB, serta Deklarasi Universal HAM (R.B. Sularto
“Upaya Hukum sebagai Instrumen Pemberdayaan Budaya Hukum dalam Perlindungan HAM
di Indonesia”, dalam Muladi,2010 : 271) Pembentukan institusi Komnas HAM ini melalui Keppres
Nomor 50 Tahun 1993, pada tanggal 7 Juni 1993. Komnas HAM merupakan instrumen
kelembagaan yang memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang
bersifat independen. Hal ini dikukuhkan
melalui Undang-Undang Nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan demikian,
kedudukan dan independensi Komnas HAM semakin kuat, tidak lagi terkesan sebagai
alat pemerintah (Rozali Abdullah, 2004 : 29). Pada awalnya pembentukan Komnas
HAM untuk mengantisipasi perkembangan dan tuntutan global terutama setelah
diselenggarakannya Deklarasi dan Program Aksi di Bidang HAM (Vienna Declaration
and Programme of Action of the Word
Conference on Human Rights) tahun 1993 di Wina Austria.
Komnas
HAM memiliki tugas sebagaimana di atur dalam Pasal 5 yang isinya dinyatakan
sebagai berikut : (a) menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional
mengenai hak asasi manusia baik kepada masyarakat Indonesia maupun kepada
masyarakat Internasional; (b) mengkaji berbagai instrumen PBB tentang hak asasi
manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan /
atau ratifikasinya; (c) memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak asasi manusia
serta pendapat, pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintahan negara
mengenai pelaksanaan hak asasi manusia; dan (d) mengadakan kerjasama regional
dan internasional dalam rangka memajukan dan melindungi hak asasi manusia (Woro
Winandi , Reformasi Penegakkan HAM di Era Globalisasi, dalam Muladi, 2009 : 51). Meskipun keberadaan
Komnas HAM mempunyai peranan penting dalam penegakkan HAM di Indonesia, namun
dalam realisasinya keberadaan Komnas HAM tidak memiliki power dalam
melaksanakan tugasnya yang terbatas pada pemantauan dan penyelidikan semata.
Meskipun demikian menurut Ifdhal Kasim – Ketua Komnas HAM, (Sumber : KOMPAS,
Senin, 16 November 2009) kita harus mampu memperkuat dan memperbaiki institusi
penegakan hukum utama. Walau bagaimanapun, kehadiran berbagai komisi macam
Komnas HAM atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kan, hanya sebatas
mempercepat proses reformasi. Dengan demikian Indonesia sudah memiliki
mekanisme HAM yang cukup lengkap dan kita punya pengalaman panjang dalam usaha penegakan
HAM. Namun, penegakan HAM juga tergantung bagaimana politik nasional
berlangsung.
Jadi
bagi setiap orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak
asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau
tertulis pada Komnas HAM . Pengaduan hanya akan dilayani apabila disertai
dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas
tentang materi yang diadukan (Muchson AR, dkk. 2002 : 33).
2. KOMISI
ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan merupakan salah satu institusi dalam
mekanisme HAM di Indonesia. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan
pembentukan Komisi Nasional ini sebagai upaya mencegah terjadinya dan menghapus
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Larangan berlaku kekerasan terhadap
perempuan diperkuat dengan lahirnya Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Dalam undang-undang tersebut
lebih banyak menekankan kepada perempuan, disebutkan bahwa yang termasuk
kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuata, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat (1) UU nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga).
Berdasarkan
amanat Keppres Nomor 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekersan
terhadap Perempuan, bahwa institusi Komnas ini
bertujuan untuk : a). meyebarluaskan pemehaman atas segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan di Indonesia; b). mengembangkan kondisi yang
kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di
Indonesia; c). meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak asasi perempuan.
Untuk
mewujudkan tujuan di atas Komisi Nasional ini melakukan kegiatan sebagai
berikut :
a. Penyebarluasan
pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya
pencegahan, penanggulangan, dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
b. Pengkajian
dan penelitian terhadap berbagai instrument PBB mengenai perlindungan hak asasi
manusia terhadap perempuan.
c. Pemantauan
dan penelitian segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan memberikan
pendapat, saran dan pertimbangan kepada pemerintah.
d. Penyebarluasan
hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya kekerasan terhadap
perempuan kepada masyarakat.
e. Pelaksanaan
kerjasama regional dan internasional dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
kekerasan terhadap perempuan (Muchson AR, dkk. 2002 : 34).
Meskipun
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini dibentuk oleh pemerintah,
namun Komisi Nasional ini bersifat independen, sehingga dalam upaya penegakan
HAM atas perempuan tidak ada campur tangan dan tekanan oleh pihak manapun
termasuk pihak penguasa.
3. KOMISI
NASIONAL PERLINDUNGAN ANAK
Instrumen
perlindungan jaminan hak asasi manusia terhadap anak di Indonesia terdapat
dalam beberapa produk hukum seperti termuat dalam Undang-Undang RI Nomor 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dari pasal 52 s.d. pasal 66, Undang-Undang RI
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Keppres Nomor 77 Tahun 2003
tentang Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Dari
beberapa produk hukum tentang HAM terhadap anak di atas dapat disimpulkan bahwa
adanya pengakuan, jaminan dan perlindungan serta penegakan hak asasi terhadap
anak yang kuat secara hukum. Meskipun demikian dalam kenyataannya masih banyak
anak yang dilanggar haknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindak
kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi bahkan tindakan yang
tidak manusiawi terhadap anak, tanpa ia dapat melindungi dirinya, dan tanpa
perlindungan yang memadai dari keluarganya, masyarakat, dan pemerintah. Inilah
yang menjadi salah satu dasar pertimbangan dibentuknya Komisi Nasional
Perlindungan Anak. Disamping itu kerawanan-kerawanan dan pelanggaran hak anak
sudah saatnya menuntut perhatian semua pihak, karena dapat mengancam kelangsungan hidup, ketahanan
social, dan ketahanan nasional.
Komisi
Perlindungan Anak Indonesia sebagaimana dalam Pasal 1 Keppres Nomor 77 Tahhun
2003 dinyatakan bahwa yang dimaksud
Komisi Perlindungan Anak Indonesia
adalah lembaga yang bersifat independen yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tantang Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas
penyelenggaraan perlindungan anak. Komisi Nasional Perlindungan Anak ini
dibentuk atas dasar dukungan dari semua pihak terutama Departemen Sosial RI,
Tokoh Masyarakat, Perguruan Tinggi, Organisasi Non-Pemerintah, Media Massa dan
kalangan profesi, dukungan UNICEF serta adanya mandat Forum Nasional untuk
melakukan serangkaian kegiatan/ Program perlindungan anak termasuk memperkuat
mekanisme nasional untuk mewujudkan situasi dan kondisi yang kondusif bagi
perlindungan anak demi masa depan yang lebih baik. Pada dasarnya program yang
dimaksud adalah Program Pemantapan Lembaga Perlindungan Anak, Program
Pendidikan dan Pelatihan, Bantuan hukum dan konseling serta Program penguatan
kelembagan/program kerja teknis.
Untuk
melaksanakan fungsinya Komisi Perlindungan Anak mempunyai visi dan misi sebagai
berikut :
a. Visi Komisi Nasional Perlindungan anak adalah
terwujudnya kondisi perlindungan anak yang optimal dalam mewujudkan anak yang
handal, berkualitas, dan berwawasan menuju masyarakat yang sejahtera dan
mandiri.
b. Misi Komisi Nasional Perlindungan Anak adalah
meningkatkan upaya perlindungan anak
melalui peningkatan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan masyarakat serta
meningkatkan kualitas lingkungan yang member peluang, dukungan dan kebebasan
terhadap mekanisme perlindungan anak.
4. KOMISI
KEBENARAN DAN REKONSILIASI
Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004.
Komisi ini merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk mengungkapkan
kebenaran atas pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan melaksanakan
rekonsiliasi. Sedangkan pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pelanggaran
hak asasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia. Tujuan pembentukan Komisi ini adalah untuk menyelesaikan pelanggaran
hak asasi manusia yang berat yang terjadi pada masa lalu di luar pengadilan,
guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa; dan mewujudkan rekonsiliasi
dan persatuan nasional dalam jiwa saling pengertian. Yang dimaksud pelanggaran
hak asasi manusia yang berat pada masa lalu adalah pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang terjadi pada masa sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.
Melalui
Komisi ini, pelanggaran hak asasi manusia yang berat diharapkan dapat diungkap
kebenarannya. Pengungkapan kebenaran juga demi kepentingan para korban dan/atau
keluarga para korban yang merupakan ahli warisnya untuk mendapatkan konpensasi,
restitusi, dan/atau rehabilitasi. Jadi langkah-langkah yang ditempuh pada
dasarnya adalah pengungkapan kebenaran, pengakuan kesalahan, pemberian maaf, perdamaian,
penegakan hukum, amnesti, rehabilitasi, atau alternatif lain yang bermanfaat
untuk menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Dasar
pertimbangan dibentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi adalah : a). karena
pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebelum berlakunya UU No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM belum dipertanggungjawabkan secara tuntas, sehingga
korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya masih belum
mendapatkan kepastian tentang latar belakang terjadinya pelanggaran HAM
tersebut; b). Penyelesaian secara menyeluruh terhadap pelanggaran HAM dimaksud
merupakan hal yang sangat urgen untuk dituntaskan karena menyangkut
ketidakpuasan dan dapat menimbulkan ketegangan politik yang tidak bisa
dibiarkan berlarut-larut; c). Dengan diungkapkannya kebenaran terhadap
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum berlakunya UU No
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM oleh Komisi kebenaran dan rekonsiliasi
maka diharapkan dapat diwujudkan rekonsiliasi nasional.
5. PENGADILAN
HAM
Penegakan
dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) di Indonesia mencapai
kemajuan ketika pada tanggal 6 November 2000 disahkannya Undang-undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
dan kemudian diundangkan tanggal 23 November 2000. Undang-undang ini merupakan
undang-undang yang secara tegas menyatakan sebagai undang-undang yang mendasari
adanya pengadilan HAM di Indonesia yang akan berwenang untuk mengadili para
pelaku pelanggaran HAM berat. Undang-undang ini juga mengatur tentang adanya
pengadilan HAM ad hoc yang akan berwenang untuk mengadili pelanggaran HAM berat
yang terjadi di masa lalu.
Pengadilan
HAM ini merupakan jenis pengadilan yang khusus untuk mengadili kejahatan genosida
dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari
segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah
pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili perkara-perkara
tertentu. Istilah pengadilan HAM sering dipertentangkan dengan istilah
peradilan pidana karena memang pada hakekatnya kejahatan yang merupakan
kewenangan pengadilan HAM juga merupakan perbuatan pidana. UU No. 26 Tahun 2000
yang menjadi landasan berdirinya pengadilan HAM ini mengatur tentang beberapa
kekhususan atau pengaturan yang berbeda dengan pengaturan dalam hukum acara
pidana. Pengaturan yang berbeda atau khusus ini mulai sejak tahap penyelidikan
dimana yang berwenang adalah Komnas HAM sampai pengaturan tentang majelis hakim
dimana komposisinya berbeda denga pengadilan pidana biasa. Dalam pengadilan HAM
ini komposisi hakim adalah lima orang yang mewajibkan tiga orang diantaranya
adalah hakim ad hoc.
Pengaturan
yang sifatnya khusus ini didasarkan atas kerakteristik kejahatan yang sifatnya
extraordinary sehingga memerlukan pengaturan dan mekanisme yang seharusnya juga
sifatnya khusus. Harapan atas adanya pengaturan yang sifatnya khusus ini adalah
dapat berjalannya proses peradilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat
secara kompeten dan fair. Efek yang lebih jauh adalah putusnya rantai impunity
atas pelaku pelanggaran HAM yang berat dan bagi korban, adanya pengadilan HAM
akan mengupayakan adanya keadilan bagi mereka.
UU No. 26
Tahun 2000 tentang pengadilan HAM telah dijalankan dengan dibentuknya
pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di
Timor-timur. Dalam prakteknya, pengadilan HAM ad hoc ini mengalami banyak
kendala terutama berkaitan dengan lemahnya atau kurang memadainya instumen
hukum. UU No. 26 Tahun 2000 ternyata belum memberikan aturan yang jelas dan
lengkap tentang tindak pidana yang diatur dan tidak adanya mekanisme hukum
acara secara khusus. Dari kondisi ini, pemahaman atau penerapan tentang UU No.
26 Tahun 2000 lebih banyak didasarkan atas penafsiran hakim ketika melakukan
pemeriksaan di pengadilan
6. MAHKAMAH
KONSTITUSI HAM
Memikirkan
konsep bagaimana upaya penguatan (revitalisasi) kewenangan Mahkamah Konstitusi
RI melalui judicial review (JR) untuk memperkuat perlindungan terhadap konsep
hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian normatif dengan cara meneliti bahan-bahan hukum primer yang
diperoleh dari studi kepustakaan; buku-buku, jurnal, laporan tahunan Mahkamah
Konstitusi, majalah, koran, internet, serta referensi lain yang relevan. Hasil
penelitian menunjukan bahwa; pertama, Mahkamah Konstitusi (MK) RI telah
menjalankan kewenangannya terkait Pengujian Undang-Undang (PUU). Hal ini dapat
dilihat dari jumlah perkara PUU yang diuji MK RI sejak 2003 hingga akhir 2013
berjumlah 194 undang-undang. dari jumlah tersebut sebanyak 5 (lima)
undang-undang yang dibatalkan secara keseluruhan. Sedangkan 80 (delapan puluh)
undang-undang dibatalkan sebagian baik frasa, kalimat, ayat, atau Pasal yang terkandung
dalam UU tersebut. Kedua, Salah satu upaya penguatan MK RI adalah dengan
memasukan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) kedalam
kewenangan MK RI, selain dari kewenangan judicial review (pengujian
undang-undang) yang telah dimiliki oleh MK. Hakekat dari constitutional
complaint adalah untuk melindungi hak konstitusional warga negara. Beberapa
negara yang memiliki Mahkamah Konstitusi dengan kewenangan pengaduan
konstitusional ini diantaranya adalah Jerman, Spanyol, Slovakia, dan beberapa
negara lainnya.
C.
CONTOH
KASUS YANG MELANGGAR HAM DI INDONESIA
Kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang
dikategorikan berat, misalnya sebagai berikut. :
·
Kasus
Timor Timur.
Dalam kasus Timor Timur yang terjadi tahun 1999,
setelah pelaksanaan referendum yang melahirkan kemerdekaan Timor Timur. Komisi
Hak Asasi Manusia menemukan bukti-bukti yang menjurus pada tindakan yang dapat
digolongkan sebagai pelanggaran HAM berat dan menjadi tanggung jawab negara.
Kasus menonjol dalam kasus di Timor Timur adalah sebagai berikut.
A. Kasus
di kompleks Gereja Liquica yang menyebabkan 30 orang meninggal.
B. Penyerangan
rumah mantan gubernur yang menyebab kan 15 orang meninggal.
C. Pembunuhan
massal di kompleks Gereja Suai yang menyebabkan 50 orang meninggal.
D. Kasus
Timor Timur sudah disidangkan dalam Pengadilan HAM Ad Hoc dan para pelaku
pelanggaran atau kejahatan telah mendapatkan hukuman.
·
Kasus
Tanjung Priok
Dalam kasus Tanjung Priok, diperkirakan tidak kurang
24 orang meninggal dunia dan 79 orang lukaluka. Kasus ini terjadi pada 12
September 1984. Menurut Komnas HAM dalam peristiwa Tanjung Priok telah terjadi,
antara lain:
a.
pembunuhan secara kilat (summary killing);
b.
penangkapan dan penahanan secara sewenangwenang;
c.
penyiksaan;
d.
penghilangan secara paksa.
·
Kasus
Sampit
Pada pertengahan Februari 2001, meletuslah Kasus
Sampit, yaitu kasus pertikaian antara dua etnis di Sampit, Kalimantan Tengah.
Kejadian ini menyebabkan 419 orang meninggal dunia, 93 orang luka-luka, 1.304
rumah dan 250 kendaraan bermotor dirusak dan dibakar, serta sebanyak 88.164
orang mengungsi. Akibat peristiwa tersebut, rapat Paripurna Komnas HAM pada 3
April 2001 menyepakati pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di
Sampit, Kalimantan Tengah.
·
Kasus
Marsinah
Marsinah ialah seorang karyawan perusahaan di
Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah diculik dan dibunuh karena ikut serta melakukan
unjuk rasa kepada perusahaan tempat ia bekerja. Pada 30 September 1993,
dibentuk Tim Terpadu Bakortanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan kasus Marsinah. Tim terpadu telah menangkap sebanyak 10 orang
tersangka pembunuhan Mar sinah yang salah satunya ialah oknum anggota TNI.
Dalam persidangannya sampai dengan tingkat kasasi Mahkamah Agung Republik
Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni).
·
Peristiwa
Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II
Dalam peristiwa ini diduga telah terjadi pelanggaran
HAM berat yakni peristiwa penembakan sejumlah mahasiswa yang melakukan
demonstrasi di awal masa reformasi. DPR RI telah merekomendasikan agar kasus
Trisakti dan Semanggi ditindaklanjuti dengan Pengadilan Umum dan Pengadilan
Militer.
Komnas HAM kemudian membentuk KPP HAM Trisakti,
Semanggi I, dan Semanggi II. Hal ini dituangkan dalam SK No. 034/Komnas
HAM/VII/2001 tanggal 27 Agustus 2001. Namun sampai saat ini, peristiwa
Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II belum dapat diselesaikan dalam Peng
adilan HAM Ad Hoc.
Selain peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut,
sebenarnya masih banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, misalnya
dalam kasus Tengku Bantaqiah di Aceh (1999), kasus Universitas Muslim Indonesia
(UMI) Ujung Pandang (1999), dan kasus pertikaian antaragama di Ambon Maluku
(1999). Kasus pelanggaran HAM juga dapat terjadi di masyarakat. Misalnya, dalam
kasus perbuatan main hakim sendiri terhadap tersangka tindak pidana,
pengeroyokan, dan pembakaran sampai tewas.
BAB 1II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hak
Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.
Mekanisme
Hak Asasi Manusia adalah suatu sistem yang disediakan oleh negara untuk
melindungi hak-hak warga negara dari pelanggaran hak asasi. Mekanisme HAM di
Indonesia tercermin dalam berbagai institusi seperti : Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi
Nasional Perlindungan Anak, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komisi Nasional
Lanjut Usia, dan sebagainya.
Dan
banyaknya contoh pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia itu menunjukan bahwa
adanya kelemahan pada penegakan Hak Asasi Manusia dinegara kita. Namun dengan
demikian perlindungan HAM di Indonesia Haruslah dibenahi. Karena banyaknya
kasus seperti : kasus Marsinah, kasus Tiimur Timor, Kasus Semanggi dan
sebagainya. Itu adalah bukti bahwa HAM di Indonesia masih perlu dibenahi.
DAFTAR
PUSTAKA
Bedjo,
Drs. M.Pd. dan Zainul Akhyar, Drs. MPd. 2010 : Pendidikan
Kewarganegaraan / Civic Education untuk Perguruan Tinggi,
Lab. PKn
FKIP Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarmasin
fdhal
Kasim , 2009 – Kita harus mampu ,Kompas :
KOMPAS, Senin, 16
November 2009)
--------
:2010 “Pelanggaran HAM Masa Lalu Harus Dipertanggungjawabkan!”
http://www.komnasperempuan.or.id/2010/10/ifdhal-kasim-%E2%80%9C
pelanggaran-ham-masa-lalu-harus-dipertanggungjawabkan%E2%80%9D/
.
Rozali
Abdullah,H. Prof., S.H. dan Syamsir, S.H.,
2004. Perkembangan HAM dan Keberadaan
Peradilan HAM di Indonesia. Ghalia Indonesia. Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar