Senin, 09 Januari 2017

MEKANISME HAM DI INDONESIA

MEKANISME HAM DI INDONESIA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas
Mata kuliah Hukum dan Ham










OLEH KELOMPOK  :
Wahyu Nuhraha
Maretna Tri H.
Rizke Diana
Yogi Febriyansah
Melky


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TANGERANG

2016

















BAB 1
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Pada dasarnya setiap manusia ingin hidup dalam  kedamaian, keamanan hidup yang tenteram dan sejahtera lahir dan bathin tanpa ada gangguan dari manapun dan oleh siapapun. Karena dengan kondisi yang demikian manusia dapat melakukan aktifitas hidupnya sebagai individu maupun sosial. Tetapi jika terjadi dalam kondisi yang sebaliknya manusia seolah-olah tidak bisa hidup karena tidak dapat menikmati ketentraman hidupnya  yang pada dasarnya merupaka hak asasi baginya.
Gambaran di atas adalah hal yang wajar karena semua harapan tersebut merupakan hak asasi yang secara kodrat telah melekat pada  manusia sebagai anugerah dari yang Maha Kuasa. Akan tetapi sering manusia memperjuangkan terhadap apa yang menjadi haknya tidak dapat terwujud sesuai harapan. Keadaan demikian menurut penulis disebabkan beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama yaitu bahwa keberadaan instrumen hukum yang mendasari atas perlindungan hak asasi manusia tidak didukung pelaksanaannya secara optimal oleh kalangan yang berwenang. Dalam hal ini boleh jadi disebabkan system politik yang mengkondisikan pada kebijakan penguasa. Kemungkinan kedua berkenaan dengan ketidaktahuan individu dan/atau masyarakat umum tentang mekanisme perlindungan hak asasi manusia sehingga ketika hak-hak asasinya diusik, mereka hanya menerima pasrah. Kemungkinan ketiga adalah karena ketidak berdayaan  seseorang dan/atau masyarakat terhadap suatu system yang berlaku menurut ketentuan yang berdasarkan prosedur atau birokrasi yang berbelit-belit.
Dari keadaan di atas perlu diuraikan bagaimana permasalahan hak asasi manusia  bisa diselesaikan melalui  mekanisme yang ada pada lembaga-lembaga perlindungan hak asasi manusia baik dari bentukan pemerintah seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perlindungan Anak, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Nasional Lanjut Usia, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, dan lain sebagainya. Selain tu dapat pula melalui lembaga-lembaga non pemerintah (Non Govermental Organization-NGO / LSM ) seperti LBH, ELSAM, KONTRAS, PBHI, dan lain sebagainya (R.B. Sularto, 2009 : 272).
Masalah Hak Asasi Manusia bukanlah hal yang baru bagi masyarakat dunia, karena isu hak asasi manusia sudah mulai dilontarkan semenjak lahirnya Magna Charta di Inggris pada Tahun 1215. Bahkan dalam dunia Islam hak asasi manusia sudah diatur pada jaman Nabi Muhammad yang dikenal dengan Piagam Madinah. Sampai saat ini permasalahan hak asasi manusia terus berkembang, sehingga permasalahan hak asasi manusia semakin komplek. meskipun substansi dari hak-hak itu bersifat  universal, tetapi perkembangan hak asasi manusia diberbagai negara banyak dipengaruhi oleh system politik / pemerintahan yang berlangsung pada negara tersebut. Di Indonesia misalnya, permasalahan hak asasi manusia dari produk hukum / instrumennya,  mekanismenya, dan penyelesaian pelanggaran HAM yang sarat politis selalu menjadi sorotan masyarakat luas.
Dari keadaan di atas, makalah ini hanya membahas permasalahan HAM yang berhubungan dengan mekanismenya saja yang meliputi: 1) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia; 2). Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan; 3). Komisi Nasional Perlindungan Anak; dan 4). Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Selain itu dipaparkan tentang pengertian Hak Asasi Manuisia dari  pendapat para ahli.




B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut
1.      Bagaimana mekanisme Hak Asasi Manusia di Indonesia ?
2.      Peran lembaga - lembaga yang termasuk dalam mekanisme HAM diIndonesia ?
3.      Contoh kasus tentang pelanggaran HAM.


C.    Tujuan
Tujuan penulisan ini bermanfaat bagi :
a.       Pembaca, dapat menambah pengetahuan dan pemahaman yang berkaitan dengan  masalah hak asasi manusia di Indonesia. Selain itu tulisan ini dapat dijadikan refernsi terutama bagi semua pihak yang memerlukan bahan bacaan dalam masalah hak asasi manusia.
b.      Mengetahui mekanisme Hak Asasi Manusia di Indoneisa
c.       Mnegetahui bentuk-bentuk Pelanggaran Ham di indonesia yang dikaitlam dengan lembaga yang berwenang seperti Komnas Ham.











BAB 1I
PEMBAHASAN



A.    PENGERTIAN DAN MEKANISME HAM DI INDONESIA

Istilah hak-hak asasi manusia merupakan terjemahan dari istilah droits de I’homme dalam bahasa Perancis  yang berarti “hak manusia” atau human rights dalam bahasa Inggris, atau  menselijke rechten dalam bahasa Belanda. Di Indonesia umumnya dipergunakan istilah “hak-hak asasi” yang merupakan terjemahan dari basic rights. Sebagian orang menyebutnya dengan istilah hak-hak fundamental (fundamental rights). Dalam berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia dipergunakan istilah hak-hak asasi manusia ( Ramdlon Naning, 1983 : 7 ).
Hak Asasi Manusia menurut Undang-Undang HAM nomor 39 Tahun 2009 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan  harkat dan martabat manusia (Pasal 1 ayat (1) UU HAM no. 39 Tahu 2009 ). Selain itu terdapat banyak batasan tentang pengertian hak asasi manusia seperti yang dikemukakan oleh Hendarmin Ranadireksa (2002 : 139 dalam Muladi,2009 : 39 ) bahwa hak asasi manusia pada hakekatnya adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga negara dari kemungkinan penindasan, pemasungan, dan atau pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara. Apa yang dikemukakan oleh Hendarmin di atas lebih mengarah kepada perangkat hukum yang dimiliki oleh negara untuk melindungi hak asasi manusia warga negaranya. Berbeda dengan pendapat Mahfud MD, bahwa hak asasi manusia itu diartikan sebagai hak yang melekat pada martabat manusia sebagi makhluk ciptaan Tuhan, dan hak tersebut dibawa manusia sejak lahir ke muka bumi sehingga hak tersbut bersifat fitri (kodrati), bukan merupakan pemberian manusia atau negara. (Mahfud MD 2001 : 127 ). Pendapat di atas senada dengan  pendapat Jan Materson dari Komisi HAM PBB, yang juga diikuti oleh Baharudin Lopa, hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang tanpanya manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. HAM merupakan hak alamiah yang melekat pada diri setiap manusia. Karena itu, tidak seorangpun diperkenankan merampas hak-hak tersebut (Bedjo, 2010 : 173). Pendapat Jan Materson di atas pada dasarnya sejalan dengan pendapat Miriam Budiarjo bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada diri kita, dan tanpa hak-hak itu kita tidak dapat hidup layak sebagai manusia (Miriam Budiarjo dalam Tilaar, 2001 : 21 ).
Dari beberapa pengertian di atas penulis mempunyai pendapat  bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri setiap manusia yang bukan hanya sejak dilahirkan tetapi sejak dalam kandungan ketika manusia itu telah mempunyai kehidupan. Jadi hak asasi manusia adalah pemberian Tuhan Yang Maha esa dan bukan pemberian orang lain atau negara atau pemerintah.

Menurut Ifdhal Kasim ( Ketua Komnas HAM ) mekanisme HAM adalah suatu sistem yang disediakan oleh negara untuk melindungi hak-hak warga negara dari pelanggaran hak asasi. Mekanisme HAM mempunyai fungsi perlindungan dan pemajuan HAM. Wujud mekanisme HAM tercermin dengan berbagai institusi seperti Komnas HAM (Keppres Nomor 50 Tahun 1993), Komnas Perempuan (Keppres nomor 181 tahun 1998), Komnas Perlindungan Anak (Keppres Nomor 77 Tahun 2003), dan Komisi Ombudsman. Keempat mekanisme HAM ini biasanya dilengkapi dengan prosedur pengaduan, pemantauan, pengkajian dan pendidikan . (Ifdhal Kasim, 2010).  Menurut penulis selain keempat mekanisme tersebut di atas terdapat juga kelembagaan lain seperti Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komisi Nasional Lanjut Usia (Keppres Nomor 52 Tahun 2004), dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga-lembaga perlindungan hak asasi manusia seperti di atas mempunyai peranan yang penting sekali bagi kemajuan HAM di Indonesia, karena fungsinya bukan hanya melindungi tetapi juga memperjuangkan dan menegakkan hak asasi manusia dari pelanggaran dan penindasan terhadap hak asasi setiap individu oleh siapapun.

Mengapa perlu adanya mekanisme HAM ?. Dalam sebuah tulisan yang dikutip dari wawancara khusus  oleh Qomariyah dari Redaksi Komnas Perempuan dengan  Ifdhal Kasim, Ketua Komnas HAM  (18 Oktober 2010),   bahwa Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia menjadi negara yang banyak disorot dunia internasional karena pelanggaran HAM yang terjadi. Pelanggaran HAM terjadi karena sistem politik yang tertutup dan otoriter. Sementara negara tidak menyediakan mekanisme bagi perlindungan hak warga negara. Karena itulah komunitas internasional mendesak Indonesia membuat mekanisme nasional perlindungan HAM. Maka, pada tahun 1993 dibentuklah Komnas HAM. Lahirnya Komnas HAM sebetulnya juga dipercepat dengan peristiwa pembantaian di Dili. Sebelum ada Komnas HAM, pelanggaran HAM banyak ditangani oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Meskipun dilahirkan oleh negara, mekanisme HAM tidak menjadi bagian dari kebijakan pemerintah. Dia harus independen, mandiri, tidak berpihak, mencerminkan pluralitas dalam anggotanya dan harus mewakili keahlian yang ada.

Dari latar belakang sistem politik yang dijalankan penguasa pada masa rezim orde baru belum ada undang-undang hak asasi, ratifikasi terhadap beberapa konvensi PBB tentang Hak Asasi Manusia, dan ratifikasi perjajnjian tidak dilakukan dengan undang-undang melainkan melalui keppres. Pada hal konvensi yang telah diratifikasi akan berlaku secara umum dan mengikat setiap warga negara, maka seharusnya setiap ratifikasi dilakukan dengan suatu undang-undang. Yang jelas system hukum pada waktu itu belum mampu menjamin hak asasi warga negara. Bahkan  lebih banyak  membatasi warga negara dalam berorganisasi, kebebasan mengeluarkan pendapat seperti UU mengenai organisasi masyarakat, UU partai politik, system pers yang otoriter.
Di era reformasi sekarang ini penting sekali disosialisasikan kepada setiap warga negara Indonesia terutama yang berkenaan dengan mekanisme perlindungan HAM. Bagaimana mekanisme perlindungan HAM di Indonesia ?  Mekanisme perlindungan HAM secara nasional dapat dilakukan melalui (1) sistem hukum yang berlaku yaitu melalui pengadilan; (2) DPR / Parliament; (3) Non Govermental Organization-NGO / LSM; (4) National Human Rights Institutions seperti KOMNAS HAM, dan (5) melalui mass media  ( Muladi  “HAM  dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana”, 2009 : 109)    Adapun yang termasuk dalam Non Govermental Organization-NGO / LSM dalam lingkup nasional seperti  ELSAM, PBHI, KONTRAS, LBH, dan lain-lain (R.B. Sularto, 2009 : 272)

B.     PERAN LEMBAGA - LEMBAGA YANG TERMASUK MEKANISME HAM DI INDONESIA

1.      KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia adalah insitusi yang dibentuk dengan tujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB, serta Deklarasi Universal HAM (R.B. Sularto “Upaya Hukum sebagai Instrumen Pemberdayaan Budaya Hukum dalam Perlindungan HAM di Indonesia”, dalam Muladi,2010 : 271) Pembentukan  institusi Komnas HAM ini melalui Keppres Nomor 50 Tahun 1993, pada tanggal 7 Juni 1993. Komnas HAM merupakan instrumen kelembagaan yang memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang bersifat independen. Hal ini  dikukuhkan melalui Undang-Undang Nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan demikian, kedudukan dan independensi Komnas HAM semakin kuat, tidak lagi terkesan sebagai alat pemerintah (Rozali Abdullah, 2004 : 29). Pada awalnya pembentukan Komnas HAM untuk mengantisipasi perkembangan dan tuntutan global terutama setelah diselenggarakannya Deklarasi dan Program Aksi di Bidang HAM (Vienna Declaration and Programme of  Action of the Word Conference on Human Rights) tahun 1993 di Wina Austria.
Komnas HAM memiliki tugas sebagaimana di atur dalam Pasal 5 yang isinya dinyatakan sebagai berikut : (a) menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia baik kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat Internasional; (b) mengkaji berbagai instrumen PBB tentang hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan / atau ratifikasinya; (c) memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak asasi manusia serta pendapat, pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintahan negara mengenai pelaksanaan hak asasi manusia; dan (d) mengadakan kerjasama regional dan internasional dalam rangka memajukan dan melindungi hak asasi manusia (Woro Winandi , Reformasi Penegakkan HAM di Era Globalisasi, dalam  Muladi, 2009 : 51). Meskipun keberadaan Komnas HAM mempunyai peranan penting dalam penegakkan HAM di Indonesia, namun dalam realisasinya keberadaan Komnas HAM tidak memiliki power dalam melaksanakan tugasnya yang terbatas pada pemantauan dan penyelidikan semata. Meskipun demikian menurut Ifdhal Kasim – Ketua Komnas HAM, (Sumber : KOMPAS, Senin, 16 November 2009) kita harus mampu memperkuat dan memperbaiki institusi penegakan hukum utama. Walau bagaimanapun, kehadiran berbagai komisi macam Komnas HAM atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kan, hanya sebatas mempercepat proses reformasi. Dengan demikian Indonesia sudah memiliki mekanisme HAM yang cukup lengkap dan kita punya pengalaman panjang dalam usaha penegakan HAM. Namun, penegakan HAM juga tergantung bagaimana politik nasional berlangsung.
Jadi bagi setiap orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM . Pengaduan hanya akan dilayani apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan (Muchson AR, dkk. 2002 : 33).

2.      KOMISI ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan merupakan salah satu institusi dalam mekanisme HAM di Indonesia. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini sebagai upaya mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Larangan berlaku kekerasan terhadap perempuan diperkuat dengan lahirnya Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Dalam undang-undang tersebut lebih banyak menekankan kepada perempuan, disebutkan bahwa yang termasuk kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuata, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat (1) UU nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga).
Berdasarkan amanat Keppres Nomor 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekersan terhadap Perempuan, bahwa institusi Komnas ini  bertujuan untuk : a). meyebarluaskan pemehaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia; b). mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia; c). meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak asasi perempuan.

Untuk mewujudkan tujuan di atas Komisi Nasional ini melakukan kegiatan sebagai berikut :
a.       Penyebarluasan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya pencegahan, penanggulangan, dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
b.      Pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrument PBB mengenai perlindungan hak asasi manusia terhadap perempuan.
c.       Pemantauan dan penelitian segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan memberikan pendapat, saran dan pertimbangan kepada pemerintah.
d.      Penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya kekerasan terhadap perempuan  kepada masyarakat.
e.       Pelaksanaan kerjasama regional dan internasional dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan (Muchson AR, dkk. 2002 : 34).

Meskipun Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini dibentuk oleh pemerintah, namun Komisi Nasional ini bersifat independen, sehingga dalam upaya penegakan HAM atas perempuan tidak ada campur tangan dan tekanan oleh pihak manapun termasuk pihak penguasa.


3.      KOMISI NASIONAL PERLINDUNGAN ANAK
Instrumen perlindungan jaminan hak asasi manusia terhadap anak di Indonesia terdapat dalam beberapa produk hukum seperti termuat dalam Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang RI Nomor  3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM  dari pasal 52 s.d. pasal 66, Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Keppres Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Dari beberapa produk hukum tentang HAM terhadap anak di atas dapat disimpulkan bahwa adanya pengakuan, jaminan dan perlindungan serta penegakan hak asasi terhadap anak yang kuat secara hukum. Meskipun demikian dalam kenyataannya masih banyak anak yang dilanggar haknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi bahkan tindakan yang tidak manusiawi terhadap anak, tanpa ia dapat melindungi dirinya, dan tanpa perlindungan yang memadai dari keluarganya, masyarakat, dan pemerintah. Inilah yang menjadi salah satu dasar pertimbangan dibentuknya Komisi Nasional Perlindungan Anak. Disamping itu kerawanan-kerawanan dan pelanggaran hak anak sudah saatnya menuntut perhatian semua pihak, karena dapat  mengancam kelangsungan hidup, ketahanan social, dan ketahanan nasional.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagaimana dalam Pasal 1 Keppres Nomor 77 Tahhun 2003 dinyatakan bahwa yang dimaksud  Komisi Perlindungan Anak Indonesia  adalah lembaga yang bersifat independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tantang Perlindungan Anak  dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Komisi Nasional Perlindungan Anak ini dibentuk atas dasar dukungan dari semua pihak terutama Departemen Sosial RI, Tokoh Masyarakat, Perguruan Tinggi, Organisasi Non-Pemerintah, Media Massa dan kalangan profesi, dukungan UNICEF serta adanya mandat Forum Nasional untuk melakukan serangkaian kegiatan/ Program perlindungan anak termasuk memperkuat mekanisme nasional untuk mewujudkan situasi dan kondisi yang kondusif bagi perlindungan anak demi masa depan yang lebih baik. Pada dasarnya program yang dimaksud adalah Program Pemantapan Lembaga Perlindungan Anak, Program Pendidikan dan Pelatihan, Bantuan hukum dan konseling serta Program penguatan kelembagan/program kerja teknis.

Untuk melaksanakan fungsinya Komisi Perlindungan Anak mempunyai visi dan misi sebagai berikut : 
a.       Visi  Komisi Nasional Perlindungan anak adalah terwujudnya kondisi perlindungan anak yang optimal dalam mewujudkan anak yang handal, berkualitas, dan berwawasan menuju masyarakat yang sejahtera dan mandiri.
b.      Misi  Komisi Nasional Perlindungan Anak adalah meningkatkan upaya  perlindungan anak melalui peningkatan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan masyarakat serta meningkatkan kualitas lingkungan yang member peluang, dukungan dan kebebasan terhadap mekanisme perlindungan anak.

4.      KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004. Komisi ini merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk mengungkapkan kebenaran atas pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan melaksanakan rekonsiliasi. Sedangkan pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor  26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Tujuan pembentukan Komisi ini adalah untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi pada masa lalu di luar pengadilan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa; dan mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling pengertian. Yang dimaksud pelanggaran hak asasi manusia yang berat pada masa lalu adalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi pada masa sebelum berlakunya Undang-Undang  Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Melalui Komisi ini, pelanggaran hak asasi manusia yang berat diharapkan dapat diungkap kebenarannya. Pengungkapan kebenaran juga demi kepentingan para korban dan/atau keluarga para korban yang merupakan ahli warisnya untuk mendapatkan konpensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi. Jadi langkah-langkah yang ditempuh pada dasarnya adalah pengungkapan kebenaran, pengakuan kesalahan, pemberian maaf, perdamaian, penegakan hukum, amnesti, rehabilitasi, atau alternatif lain yang bermanfaat untuk menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Dasar pertimbangan dibentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi adalah : a). karena pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebelum berlakunya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM belum dipertanggungjawabkan secara tuntas, sehingga korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya masih belum mendapatkan kepastian tentang latar belakang terjadinya pelanggaran HAM tersebut; b). Penyelesaian secara menyeluruh terhadap pelanggaran HAM dimaksud merupakan hal yang sangat urgen untuk dituntaskan karena menyangkut ketidakpuasan dan dapat menimbulkan ketegangan politik yang tidak bisa dibiarkan berlarut-larut; c). Dengan diungkapkannya kebenaran terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum berlakunya UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM oleh Komisi kebenaran dan rekonsiliasi maka diharapkan dapat diwujudkan rekonsiliasi nasional.

5.      PENGADILAN HAM
Penegakan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) di Indonesia mencapai kemajuan ketika pada tanggal 6 November 2000 disahkannya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan kemudian diundangkan tanggal 23 November 2000. Undang-undang ini merupakan undang-undang yang secara tegas menyatakan sebagai undang-undang yang mendasari adanya pengadilan HAM di Indonesia yang akan berwenang untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat. Undang-undang ini juga mengatur tentang adanya pengadilan HAM ad hoc yang akan berwenang untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
Pengadilan HAM ini merupakan jenis pengadilan yang khusus untuk mengadili kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili perkara-perkara tertentu. Istilah pengadilan HAM sering dipertentangkan dengan istilah peradilan pidana karena memang pada hakekatnya kejahatan yang merupakan kewenangan pengadilan HAM juga merupakan perbuatan pidana. UU No. 26 Tahun 2000 yang menjadi landasan berdirinya pengadilan HAM ini mengatur tentang beberapa kekhususan atau pengaturan yang berbeda dengan pengaturan dalam hukum acara pidana. Pengaturan yang berbeda atau khusus ini mulai sejak tahap penyelidikan dimana yang berwenang adalah Komnas HAM sampai pengaturan tentang majelis hakim dimana komposisinya berbeda denga pengadilan pidana biasa. Dalam pengadilan HAM ini komposisi hakim adalah lima orang yang mewajibkan tiga orang diantaranya adalah hakim ad hoc.
Pengaturan yang sifatnya khusus ini didasarkan atas kerakteristik kejahatan yang sifatnya extraordinary sehingga memerlukan pengaturan dan mekanisme yang seharusnya juga sifatnya khusus. Harapan atas adanya pengaturan yang sifatnya khusus ini adalah dapat berjalannya proses peradilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat secara kompeten dan fair. Efek yang lebih jauh adalah putusnya rantai impunity atas pelaku pelanggaran HAM yang berat dan bagi korban, adanya pengadilan HAM akan mengupayakan adanya keadilan bagi mereka.
UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM telah dijalankan dengan dibentuknya pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di Timor-timur. Dalam prakteknya, pengadilan HAM ad hoc ini mengalami banyak kendala terutama berkaitan dengan lemahnya atau kurang memadainya instumen hukum. UU No. 26 Tahun 2000 ternyata belum memberikan aturan yang jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang diatur dan tidak adanya mekanisme hukum acara secara khusus. Dari kondisi ini, pemahaman atau penerapan tentang UU No. 26 Tahun 2000 lebih banyak didasarkan atas penafsiran hakim ketika melakukan pemeriksaan di pengadilan
6.      MAHKAMAH KONSTITUSI HAM
Memikirkan konsep bagaimana upaya penguatan (revitalisasi) kewenangan Mahkamah Konstitusi RI melalui judicial review (JR) untuk memperkuat perlindungan terhadap konsep hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan cara meneliti bahan-bahan hukum primer yang diperoleh dari studi kepustakaan; buku-buku, jurnal, laporan tahunan Mahkamah Konstitusi, majalah, koran, internet, serta referensi lain yang relevan. Hasil penelitian menunjukan bahwa; pertama, Mahkamah Konstitusi (MK) RI telah menjalankan kewenangannya terkait Pengujian Undang-Undang (PUU). Hal ini dapat dilihat dari jumlah perkara PUU yang diuji MK RI sejak 2003 hingga akhir 2013 berjumlah 194 undang-undang. dari jumlah tersebut sebanyak 5 (lima) undang-undang yang dibatalkan secara keseluruhan. Sedangkan 80 (delapan puluh) undang-undang dibatalkan sebagian baik frasa, kalimat, ayat, atau Pasal yang terkandung dalam UU tersebut. Kedua, Salah satu upaya penguatan MK RI adalah dengan memasukan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) kedalam kewenangan MK RI, selain dari kewenangan judicial review (pengujian undang-undang) yang telah dimiliki oleh MK. Hakekat dari constitutional complaint adalah untuk melindungi hak konstitusional warga negara. Beberapa negara yang memiliki Mahkamah Konstitusi dengan kewenangan pengaduan konstitusional ini diantaranya adalah Jerman, Spanyol, Slovakia, dan beberapa negara lainnya.

C.    CONTOH KASUS YANG MELANGGAR HAM DI INDONESIA

Kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang dikategorikan berat, misalnya sebagai berikut. :
·         Kasus Timor Timur.
Dalam kasus Timor Timur yang terjadi tahun 1999, setelah pelaksanaan referendum yang melahirkan kemerdekaan Timor Timur. Komisi Hak Asasi Manusia menemukan bukti-bukti yang menjurus pada tindakan yang dapat digolongkan sebagai pelanggaran HAM berat dan menjadi tanggung jawab negara. Kasus menonjol dalam kasus di Timor Timur adalah sebagai berikut.
A.      Kasus di kompleks Gereja Liquica yang menyebabkan 30 orang meninggal.
B.      Penyerangan rumah mantan gubernur yang menyebab kan 15 orang meninggal.
C.      Pembunuhan massal di kompleks Gereja Suai yang menyebabkan 50 orang meninggal.
D.     Kasus Timor Timur sudah disidangkan dalam Pengadilan HAM Ad Hoc dan para pelaku pelanggaran atau kejahatan telah mendapatkan hukuman.
·         Kasus Tanjung Priok
Dalam kasus Tanjung Priok, diperkirakan tidak kurang 24 orang meninggal dunia dan 79 orang lukaluka. Kasus ini terjadi pada 12 September 1984. Menurut Komnas HAM dalam peristiwa Tanjung Priok telah terjadi, antara lain:
a. pembunuhan secara kilat (summary killing);
b. penangkapan dan penahanan secara sewenangwenang;
c. penyiksaan;
d. penghilangan secara paksa.
·         Kasus Sampit
Pada pertengahan Februari 2001, meletuslah Kasus Sampit, yaitu kasus pertikaian antara dua etnis di Sampit, Kalimantan Tengah. Kejadian ini menyebabkan 419 orang meninggal dunia, 93 orang luka-luka, 1.304 rumah dan 250 kendaraan bermotor dirusak dan dibakar, serta sebanyak 88.164 orang mengungsi. Akibat peristiwa tersebut, rapat Paripurna Komnas HAM pada 3 April 2001 menyepakati pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Sampit, Kalimantan Tengah.
·         Kasus Marsinah
Marsinah ialah seorang karyawan perusahaan di Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah diculik dan dibunuh karena ikut serta melakukan unjuk rasa kepada perusahaan tempat ia bekerja. Pada 30 September 1993, dibentuk Tim Terpadu Bakortanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus Marsinah. Tim terpadu telah menangkap sebanyak 10 orang tersangka pembunuhan Mar sinah yang salah satunya ialah oknum anggota TNI. Dalam persidangannya sampai dengan tingkat kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni).
·         Peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II
Dalam peristiwa ini diduga telah terjadi pelanggaran HAM berat yakni peristiwa penembakan sejumlah mahasiswa yang melakukan demonstrasi di awal masa reformasi. DPR RI telah merekomendasikan agar kasus Trisakti dan Semanggi ditindaklanjuti dengan Pengadilan Umum dan Pengadilan Militer.
Komnas HAM kemudian membentuk KPP HAM Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Hal ini dituangkan dalam SK No. 034/Komnas HAM/VII/2001 tanggal 27 Agustus 2001. Namun sampai saat ini, peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II belum dapat diselesaikan dalam Peng adilan HAM Ad Hoc.
Selain peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut, sebenarnya masih banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, misalnya dalam kasus Tengku Bantaqiah di Aceh (1999), kasus Universitas Muslim Indonesia (UMI) Ujung Pandang (1999), dan kasus pertikaian antaragama di Ambon Maluku (1999). Kasus pelanggaran HAM juga dapat terjadi di masyarakat. Misalnya, dalam kasus perbuatan main hakim sendiri terhadap tersangka tindak pidana, pengeroyokan, dan pembakaran sampai tewas.














BAB 1II
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan  harkat dan martabat manusia.
Mekanisme Hak Asasi Manusia adalah suatu sistem yang disediakan oleh negara untuk melindungi hak-hak warga negara dari pelanggaran hak asasi. Mekanisme HAM di Indonesia tercermin dalam berbagai institusi seperti : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Nasional Perlindungan Anak, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komisi Nasional Lanjut Usia, dan sebagainya.
Dan banyaknya contoh pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia itu menunjukan bahwa adanya kelemahan pada penegakan Hak Asasi Manusia dinegara kita. Namun dengan demikian perlindungan HAM di Indonesia Haruslah dibenahi. Karena banyaknya kasus seperti : kasus Marsinah, kasus Tiimur Timor, Kasus Semanggi dan sebagainya. Itu adalah bukti bahwa HAM di Indonesia masih perlu dibenahi.






DAFTAR PUSTAKA


Bedjo, Drs. M.Pd. dan Zainul Akhyar, Drs. MPd. 2010 : Pendidikan
            Kewarganegaraan  / Civic Education untuk Perguruan Tinggi, Lab.  PKn
            FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

fdhal Kasim , 2009 –  Kita harus mampu ,Kompas  : KOMPAS, Senin, 16
           November 2009)

-------- :2010  “Pelanggaran HAM Masa Lalu Harus Dipertanggungjawabkan!”                         
              http://www.komnasperempuan.or.id/2010/10/ifdhal-kasim-%E2%80%9C
              pelanggaran-ham-masa-lalu-harus-dipertanggungjawabkan%E2%80%9D/
.
Rozali Abdullah,H.  Prof., S.H. dan Syamsir, S.H., 2004. Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia. Ghalia Indonesia. Bogor





Tidak ada komentar:

Posting Komentar