PEMBAGIAN WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas
Mata kuliah Hukum Perdata
OLEH:
KELOMPOK II
Muhammad Sopian 14-74-201-006
Sayidah Rohmad 14-74-201-012
Yuda Prawira 14-74-201-030
Halimah M.J
14-74-201-040
Sri Rahayu 14-74-201-054
Dede Supriyadi
14-74-201-064
Mahdi 14-74-201-076
Rizke Diana 14-74-201-094
Wanyudi 14-74-201-156
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TANGERANG
TANGERANG
2015
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucap puji syukur kepada Allah swt. yang mana dengan limpahan rahmat dan
karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, serta sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita kita Rasulullah
saw, beserta para keluarga dan sahabat-sahabat beliau.
Dalam penyelesaian
makalah ini kami tidak lepas dari pihak-pihak yang telah membantu baik secara
moril maupun spiritual sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan
cukup baik. Jadi, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing Hukum
Perdata Bapak Urbanisasi S.H, M.H Fakultas Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah
Tanggerang serta teman-teman angkatan 2014 serta pihak-pihak lain yang telah
membantu.
Kami menyadari adanya
banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca, agar kami dapat memperbaiki kesalahan
yang mungkin ada dalam makalah kami ini. Dan kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi pihak-pihak yang mungkin
memerlukan keterengan yang ada dalam makalah ini.
Tanggerang,
15 Februari 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang
kearah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada
seorang anggota dari masyarakat itu meninggal dunia. Seorang manusia selaku anggota
masyarakat, selama masih hidup mempunyai tempat dalam masyarakat dengan
disertai berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap orang-orang anggota
lain dari masyarakat itu dan terhadap barang-barang yang berada dalam
masyarakat rakyat itu. Dengan lain perkataan, ada berbagai perhubungan hukum
antara seorang manusia itu disuatu pihak dan dunia luar disekitarnya dilain
pihak sedemikian rupa bahwa ada saling mempengaruhi dari kedua belah pihak itu
berupa kenikmatan atau beban yang dirasakan oleh masing-masing pihak.
Ketika seorang manusia itu meninggal dunia, apakah yang terjadi
dengan hubungan-hubungan hukum tadi? Tidak cukup dikatakan, bahwa perhubungan-
perhubungan hukum itu lenyap seketika itu. Oleh karena itu biasanya pihak yang
ditinggalkan oleh pihak yang lenyap itu, tidak merupakan seorang manusia saja
atau sebuah barang saja, dan juga oleh karena hidupnya seorang manusia yang
meninggal dunia itu berpengaruh langsung pada kepentingan-kepentingan beraneka
warna dari berbagai orang anggota lain dari masyarakat dan
kepentingan-kepentingan ini, selama hidup seorang itu membutuhkan pemeliharaan
dan penyelesaian oleh orang lain. Maka dari itu, ditiap-tiap masyarakat
dibutuhkan suatu peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara kepentingan dalam
masyarakat itu diselamatkan.
Hukum
warisan di Indonesia sejak dahulu sampai saat ini masih beraneka ragam
bentuknya, masing-masing golongan penduduk
tunduk kepada aturan-aturan hukum yang berlaku kepadanya sesuai dengan
ketentuan Pasal 163 IS Yo. Pasal 131 IS. Golongan penduduk tersebut terdiri
dari :
-
Golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka
-
Golongan Timur Asing Tionghoa dan Non Tionghoa
-
Golongan Bumi Putera.
Berdasarkan
peraturan Perundang-undangan R. I. UU No. 62 / 1958 & Keppers No. 240 / 1957
pembagian golongan penduduk seperti diatas telah dihapuskan tentang hukum waris
ini dapat dilihat di dalam Hukum Kewarisam Islam, Hukum Adat dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata ( BW ). Ketiga sistem hukum ini memiliki
karakteristik dan ciri khas masing-masing mengakibatkan terjadinya perbedaan
antara yang satu dengan lainnya. Namun demikian apabila berbicara persoalan
hukum waris, maka tidak terlepas dari 3 ( tiga ) unsur pokok yaitu adanya harta
peninggalan atau kekayaan pewaris yang disebut warisan, adanya pewaris yaitu
orang yang menguasai atus memiliki harta warisan dan adanya ahli waris yaitu
orang yang menerima pengalihan atau penerusan atau pembagian harta warisan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dikaji adalah :
1. Bagaimana
pengertian hukum waris itu?
2. Bagaimana
cara untuk menyelenggarakan pembagian warisan?
3. Siapa
saja orang-orang yang berhak menjadi ahli waris?
4. Bagaimana
bagian yang diterima ahli waris dan hak-hak khusus ahli waris?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian hukum waris itu
2.
Mengetahui cara untuk menyelenggarakan pembagian warisan
3.
Mengetahui orang-orang yang berhak menjadi ahli waris
4.
Mengetahui bagian yang diterima ahli waris dan hak-hak
khusus ahli waris
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hukum Waris
1.
Menurut kompilasi Hukum Islam
Pasal 171 huruf a Inpres Nomor 1 Tahun 1991 berbunyi: “Hukum warisan
adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilik harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli
waris dan berapa bagian masing-masing”.
2.
Menurut Vollmart
“Hukum waris adalah perpindahan dari sebuah harta kekayaan seutuhnya, jadi
keseluruhan hak-hak dan wajib-wajib, dari orang yang mewariskan kepada
warisnya” (Vollmart, 1989: 373).
3.
Menurut Pitlo
“Hukum waris adalah kumpulan peraturan, yang mengatur hukum mengenai
kekeyaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan ini bagi
orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan
mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga” (Pitlo, 1981:
1).
4.
Menurut Soebekti dan Tjitrosudibjo
“Hukum
waris adalah hukum yang mengatur tentang apa yang harus terjadi dengan harta
kekayaan seseorang yang meningggal dunia.”
5.
Menurut Wirjono Prodjodikoro
“Hukum
waris adalah soal apakah dan bagaimanakah pekbagai hak dan kewajiban-kewajiban
tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia dan beralih kepada
orang lain yang masih hidup.”
6.
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang
harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain
perkataan mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang
meninggal serta akibat-akibatnya bagi ahli waris.
7.
Hukum waris adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum,
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur mengenai
pemindahan harta kekayaan pewaris kepada ahli warisnya, bagian yang diterima,
serta hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga.
Unsur-unsur yang terdapat dalam hukum waris :
1. Kaidah hukum
Hukum waris dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu hukum
waris tertulis dan hukum waris adat. Hukum waris tertulis adalah kaidah-kaidah
hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi,
sedangkan hukum waris adat adalah hukum waris yang hidup dan tumbuh dalam
masyarakat adat.
2. Pemindahan harta
kekayaan pewaris
Pemindahan harta kekayaan mengandung makna bahwa harta yang
diperoleh pewaris selama hidupnya dibagikan dan diserahkan kepad ahli
waris yang berhak menerimanya.
3. Ahli waris
Ahli waris adalah orang yang berhak menerima warisan dari
pewaris. Di dalam hukum waris telah ditentukan bagian-bagian yang diterima ahli
waris.
4. Bagian yang
diterimanya
Masing-masing hukum waris berbeda bagian yang diterima ahli
waris, misalnya dalam hukum waris Islam yang diterima ahli waris berbada antara
satu dengan yang lain. Ahli waris laki-laki mendapat bagian yang sangat besar
dibandingkan dengan ahli waris wanita.
5. Hubungan antara ahli
waris dengan pihak ketiga
Hubungan anatara ahli waris dengan pihak ketiga adalah
hubungan hukum yang timbul antara pewaris dengan pihak ketiga pada saat pewaris
masih hidup, ia mempunyai utang maupun piutang sehingga ahli warislah yang akan
mengurusnya.
Subjek hukum waris terdiri dari :
1. Pewaris
- Meninggalkan
harta
- Diduga
meninggal dengan meninggalkan harta
2. Ahli
waris
- Sudah
lahir pada saat warisan terbuka (pasal 836 KUH Perdata).
Terjadinya pewarisan harus memenuhi 3 unsur :
1. Pewaris
adalah orang meninggal dunia meningggalkan harta kepada orang lain.
2. Ahli
waris adalah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap
warisan, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian.
3. Harta
warisan adalah segala harta kekayaan dari orang yang meningggal
dunia.
Syarat pewarisan terdiri dari :
1. Pewaris
meninggal dan meninggalkan harta.
2. Orang yang
menjadi ahli waris harus mempunyai hak atas harta warisan si pewaris.
Hak ini dapat timbul karena :
a. Antara pewaris dan ahli waris
harus ada hubungan darah baik sah atau luar nikah (untuk mewaris berdasarkan
undang-undang (pasal 832 KUH Perdata)).
b. Pemberian melalui surat wasiat
(pasal 874 KUH Perdata).
3. Orang yang
menjadi ahli waris, harus sudah ada pada saat pewaris meninggal dunia (pasal
836 KUH Perdata). Dengan pengecualian apa yang tercantum dalam pasal 2 KUH
Perdata yang berbunyi :
“Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan diangggap
sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya.”
4. Orang yang
menjadi ahli waris, tidak termasuk orang yang dinyatakan tidak patut, tidak
cakap atau menolak warisan.
a. Orang yang
tidak patut untuk mewaris diatur dalam pasal 838 KUH Perdata.
b. Orang yang
tidak cakap untuk mewaris diatur dalam pasal 912 KUH Perdata.
c. Orang yang
menolak warisan diatur dalam pasal 1058 KUH Perdata.
B.
Hak-Hak
Yang Dipunyai Ahli Waris
Hak-hak khusus ahli waris antara
lain :
1. Hak
Saisine
Kata saisine berasal dari peribahasa
perancis “le mort saisit le vil”, yang berarti bahwa yang mati dianggap
memberikan miliknya kepada yang masih hidup. Maksudnya ialah, bahwa para ahli
waris segera pada saat meninggalnya pewaris, mengambil alih semua hak dan
kewajibannya tanpa adanya suatu tindakan dari mereka, kendatipun mereka tidak
mengetahuinya.
Hak ini diatur dalam pasal 833 ayat
1 KUH Perdata “sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh
hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal”.
Hak saisine pada pewarisan dengan surat wasiat diatur dalam pasal 955 KUH
Perdata.
Hak saisine ini tidak dipunyai oleh
negara, sehinggga membedakan negara sebagai ahli waris dengan ahli waris
lainnya. Jadi apabila semua ahli waris sudah tidak ada, maka semua harta
warisan akan jatuh kepada negara. Namun dalam hal ini negara terlebih dahulu
harus ada keputusan dari Pengadilan Negeri (pasal 833 ayat 3 KUH Perdata).
2. Hak
Hereditatis Petitio
Diatur dalam pasal 834 dan 835 KUH
Perdata. Hak hereditatis Petitio diberikan oleh undang-undang kepada para ahli
waris terhadap mereka, baik yang atas dasar suatu titel atau tidak menguasai
seluruh atau sebagian dari harta peningggalan seperti juga terhadap mereka yang
secara licik telah menghentikan penguasaan.
Sebenarnya hak ini dapat dilihat
sebagai pelengkap daripada hak saisine, karena dengan saisine maka hak-hak dan
kewajiban-kewajiban pewaris berpindah kepada ahli waris, termasuk hak-hak
tuntut yang dipunyai dan mungkin sedang dijalankan oleh pewaris dan juga yang
belum mulai dilaksanakan.
3. Hak
untuk Menuntut Pembagian Warisan
Hak ini diatur dalam pasal 1066 KUH
Perdata bahwa “Tiada seorangpun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan
diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tak
terbagi.” Hak ini merupakan hak yang terpenting dan merupakan cirri khas dari
hukum waris.
4. Hak
untuk Menolak Warisan
Hak untuk menolak warisan diatur
dalm pasal 1045 jo. pasal 1051 KUH Perdata. Seorang ahli waris tidak harus
menerima harta warisan yang jatuh kepadanya bahkan apabila ahli waris tersebut
telah meninggal dunia maka ahli warisnyapun dapat memilih untuk menerima atau
menolak warisan.
C.
Cara
Untuk Menyelenggarakan Pembagian Warisan
Menurut
undang-undang ada dua cara mendapatkan warisan yaitu :
1. Sebagai
ahli waris menurut ketentuan undang-undang
Diatur dalam pasal 832 KUH Perdata dan dalam pasal 174
Inpres No. 1 tahun 1991.
2. Karena
ditunjuk dalam surat wasiat ( tastement)
Ahli waris menurut wasiat adalah waris yang menerima
warisan, karena adanya wasiat (testamen) dari pewaris kepada ahli waris yang
dituangkannya dalam surat wasiat. Surat wasiat (testamen) adalah suatu akta
terjadi setelah ia meninggal dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali (pasal
875 KUH Perdata).
D.
Orang-Orang
Yang Berhak Menjadi Ahli Waris
Pasal
838 mengatakan, yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya
dikecualikan dari pewarisan adalah:
1. Mereka
yang telah dihukum karena dipersalahkan
membunuh atau
mencoba membunuh atau menganiaya berat si pewaris (pasal 838 ayat 1 KUH
Perdata, pasal 172 ayat 1 Inpres No. 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum
Islam).
2. Mereka
yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah
mengajukan pengaduan terhadap si pewaris, ialah suatu pengaduan telah melakukan
sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara 5 tahun lamanya atau
hukuman yang lebih berat (pasal 838 ayat 2 KUH Perdata, pasal 172 ayat 2 Inpres
No. 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum Islam).
3. Mereka
yang dengan kekerasan atau perbuatan tidak mencegah si pewaris untuk membuat
atau mencabut wasiatnya (pasal 838 ayat 3 KUH Perdata).
4. Mereka
yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris (pasal
838 ayat 4 KUH Perdata).
Orang-orang
yang berhak menjadi ahli waris menurut undang-undang yang diatur dalam pasaal
832 KUH Perdata :
1. Para
keluarga sedarah baik sah maupun luar kawin.
2. Suami
atau istri yang hidup terlama.
Ahli
waris karena hubungan darah ini ditegaskan kembali dalam pasal 852 KUH Perdata,
yaitu anak atau sekalian keturunan mereka baik anak sah atau anak luar kawin.
Berdasarkan interpretasinya Pitlo, membagi ahli waris menurut undang-undang
menjadi 4 golongan yaitu :
1. Golongan
pertama, terdiri dari suami atau istri dan keturunannya.
2. Golongan
kedua, terdiri dari orang tua, saudara dan keturunan saudara.
3. Golongan
ketiga, terdiri dari leluhur lain-lainnya.
4. Golongan
keempat, terdiri dari sanak keluarga lain-lainnya dalm garis menyimpang sampai
dengan derajat keenam (Pitlo, 1986 : 41).
Orang-orang
yang berhak menjadi ahli waris berdasarkan Inpres No. 1 tahun 1991 pasal 174
yaitu :
1. Menurut
hubungan darah
Merupakan ahli waris yang timbul
karena hubungan keluarga. Dibedakan menjadi 2 golongan yaitu :
a. Golongan laki-laki terdiri dari :
- Ayah
- Anak laki-laki
saudara laki-laki
- Paman
- Kakek
b. Golongan perempuan terdiri dari :
- Ibu
- Anak perempuan
- Saudara perempuan
- Nenek
2. Menurut
hubungan perkawinan
Merupakan
ahli waris yang timbul karena adanya hubungan perkawinan antar pewaris dengan
ahli waris. Yang termasuk ahli waris karena hubungan perkawinan adalah terdiri
dari duda atau janda. Apabila semua ahli waris ada maka yang berhak mendapat
warisan hanya :
a. Anak
b. Ayah
c. Ibu
d. Janda atau duda
Kewajiban-kewajiban ahli waris yang
harus dilakukan yaitu :
1. Mengurus
dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai
2. Menyelesaikan
baik utang-utang berupa perobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun
kewajiban untuk menagih piutang.
3. Menyelesaikan
wasiat pewaris
4. Membagikan
harta warisan diantara ahli waris yang berhak secara adil
Ahli waris menurut wasiat
adalah ahli waris yang menerima awarisan karena adanya wasiat (testamen) dari
pewaris kepada ahli waris yang dituangkannya dalam surat wasiat.
Surat wasiat (testamen) adalah
suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan
terjadi setelah ia meninggal dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali (pasal
874 KUH Perdata).
E.
Bagian yang Diterima Ahli Waris dan
Hak-Hak Khusus Ahli Waris
Bagian keturunan dan suami istri (pasal 852
KUH Perdata)
1. Dalam pasal 852 KUH
Perdata telah ditentukan bahwa orang yang pertama kali dipanggil oleh
undang-undang untuk menerima warisan adalah anak-anak dan suami atau istri.
2. Bagian yang diterima oleh
mereka adalah sama besar antara satu dengan yang lainnya.
3. Tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan, dan juga tidak ada perbedaan antara yang lahir pertama
kali dengan yang lahir berikutnya.
4. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa keturunan, suami atau istri mendapat bagian yang sama besar di
antara mereka.
Bagian bapak, ibu saudara laki-laki dan
saudara perempuan (pasal 854 sampai dengan pasal 856 KUH Perdata)
1. Pasal 854 KUH Perdata
mengatur apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri,
sedangkan bapak dan ibunya masih hidup, maka mereka (bapak dan ibu) mendapat
bagian 1/3 dari warisan, sedangkan saudara laki-laki dan saudara perempuan 1/3
bagian.
2. Pasal 855 KUH Perdata juga
ditentukan bagian dari bapak dan ibu yang hidup terlama. Bagian mereka
tergantung pada kuantitas dari saudara laki-laki atau saudara perempuan dari
pewaris.
a. Apabila pewaris
meninggalkan seorang saudara laki-laki dan seorang saudara perempuan, maka hak
dari bapak atau ibu yang hidup terlama adalah ½ bagian.
b. Apabila pewaris
meninggalkan 2 orang saudara laki-laki dan saudara perempuan , maka yang
menjadi hak dari bapak atau ibu yang hidup terlama adalah 1/3 bagian.
c. Apabila pewaris
meninggalkan lebih dari 2 saudara laki-laki dan saudara perempuan, maka yang
menjadi hak dari bapak atua ibu yang hidup terlama adalah ¼ bagian.
3. Sisa dari harta warisan
itu menjadi hak dari saudara laki-laki dan perempuan dari pewaris. Bagian
saudara laki-laki dan saudara perempuan adalah sama besar diantara mereka.
Bagian dari saudara laki-laki dan saudara perempuan ditentukan lebih lanjut
dlam pasal 856 KUH Perdata.
4. Apabila pewaris tidak
meninggalkan keturunan, suami atu istri, sedangkan bapak atau ibu telah
meninggal lebih dahulu, maka yang berhak menerima seluruh harta warisan dari
pewaris adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan.
Bagian anak luar kawin (pasal 862 sampai
dengan pasal 871 KUH Perdata)
1. Hak anak luar kawin yang
diakui sah diatur dalam pasal 862 KUH Perdata.
a. Jika yang meninggal,
meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri maka bagian dari
anka luar kawin adalh 1/3 bagian dari yang sedianya diterima, seandainya mereka
adalah anak yang sah (pasal 863 KUH Perdata).
b. Jika pewaris tak
meninggalkan keturunan maupun suami atau istri akan tetapi meninggalkan
keluarga sederajat dalam garis ke atas ataupun saudara laki-laki dan perempuan
atau keturunan mereka, maka anak luar kawin mendapat ½ bagian dari warisan
c. Jika pewaris hanya
meninggalkan sanak saudara dalam derajat yang lebih jauh, maka bagian dari anak
luar kawin adalah ¾ bagian.
d. Jika pewaris tidak
meninggalkan pewaris lainnya, maka anak luar kawin mendapat seluruh warisan
(pasal 865 KUH Perdata).
e. Jika salah seorang
keluarga sedarah tersebut meninggal dunia dengan tak meningggalkan sanak
saudara dalam derajat yang mengizinkan pewarisan maupun suami atau istri yang
hidup terlama maka anak luar kawin berhak untuk menunutut seluruh warisan
dengan mengesampingkan negara (pasal 873 KUH Perdata)
2. Pembagian
warisan anak luar kawin
a. Jika anak luar kawin
meninggal terlebih dahulu, maka sekalian anak dan keturunan yang sah berhak
mendapat warisan dari pewaris (pasal 866 KUH Perdata).
b. Jika anak luar kawin
meninggal dunia tak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri maka yang
berhak mendapatkan warisan itu ialah bapak atau ibu yang mengakuinya dan mereka
masing-masing mendappat ½ bagian (pasal 870 KUH Perdata).
c. Jika anak luar kawin
meninggal dunia tidak meninggalkan keturunan, suami atau istri sedangkan orang
tua ynag mengakuinya telah meninggal terlebih dahulu, barang-barang yang dulu
diwariskan dari orang tua itu diserahkan kepada keturunan yang sah dari bapak
atau ibu yang mengakuinya (pasal 871 KUH Perdata).
d. Apabila anak luar kawin
meninggal dunia, tanpa meninggalkan suami atau istri, bapak atau ibu yang
mengakuinya maupun saudara laki-laki atau saudara perempuan atau keturunan
mereka tidak ada, dengan mengesampingkan negara warisan itu diwariskan oleh
para keluarga sedarah yang terdekat dari bapak atau ibu yang mengakuinya,
dengan catatan hak dari keluarga dari garis bapak atau ibu masing-masing ½
bagian (pasal 873 KUH Perdata)
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
3 unsur pokok dalam hukum waris yaitu :
a. adanya harta
peninggalan atau kekayaan pewaris yang disebut warisan
b. adanya
pewaris yaitu orang yang menguasai atus memiliki harta warisan
c. adanya
ahli waris yaitu orang yang menerima pengalihan atau penerusan atau pembagian
harta warisan.
Apabila
kita bandingkan antara ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata dengan yang
terdapat dalam Inpres NO. 1 tahun 1991, tampaklah keduanya terdapat perbedaan.
Salah satu perbedaannya adalah tentang hak anak luar kawin.
Di
dalam KUH Perdata, anak luar kawin mendapat warisan dari orang tua yang
mengakuinya, sedangkan dalam Inpres No. 1 tahun 1991, bahwa anak luar kawin
hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak
ibunya (pasal 186 Inpres No. 1 tahun 1991).
Dengan
demikian anak luar kawin tidak mewaris dari keluarga bapak yang mengakuinya.
makasih atas ilmunya
BalasHapus