Rabu, 19 Oktober 2016

Pembagian Warisan Menurut Hukum Perdata



PEMBAGIAN WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas
Mata kuliah Hukum Perdata







OLEH:
KELOMPOK II
Muhammad Sopian     14-74-201-006
Sayidah Rohmad        14-74-201-012
Yuda Prawira              14-74-201-030
Halimah M.J                14-74-201-040
Sri Rahayu                  14-74-201-054
Dede Supriyadi           14-74-201-064
Mahdi                          14-74-201-076
Rizke Diana                14-74-201-094
Wanyudi                     14-74-201-156

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TANGERANG
2015











KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah swt. yang mana dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, serta sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita kita Rasulullah saw, beserta para keluarga dan sahabat-sahabat beliau.

Dalam penyelesaian makalah ini kami tidak lepas dari pihak-pihak yang telah membantu baik secara moril maupun spiritual sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik. Jadi, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing Hukum Perdata Bapak Urbanisasi S.H, M.H Fakultas Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Tanggerang serta teman-teman angkatan 2014 serta pihak-pihak lain yang telah membantu.
Kami menyadari adanya banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, agar kami dapat memperbaiki kesalahan yang mungkin ada dalam makalah kami ini. Dan kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi pihak-pihak yang mungkin memerlukan keterengan yang ada dalam makalah ini.
                                   
                                                                        Tanggerang, 15 Februari 2015



















BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang kearah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari masyarakat itu meninggal dunia. Seorang manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup mempunyai tempat dalam masyarakat dengan disertai berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap orang-orang anggota lain dari masyarakat itu dan terhadap barang-barang yang berada dalam masyarakat rakyat itu. Dengan lain perkataan, ada berbagai perhubungan hukum antara seorang manusia itu disuatu pihak dan dunia luar disekitarnya dilain pihak sedemikian rupa bahwa ada saling mempengaruhi dari kedua belah pihak itu berupa kenikmatan atau beban yang dirasakan oleh masing-masing pihak.
Ketika seorang manusia itu meninggal dunia, apakah yang terjadi dengan hubungan-hubungan hukum tadi? Tidak cukup dikatakan, bahwa perhubungan- perhubungan hukum itu lenyap seketika itu. Oleh karena itu biasanya pihak yang ditinggalkan oleh pihak yang lenyap itu, tidak merupakan seorang manusia saja atau sebuah barang saja, dan juga oleh karena hidupnya seorang manusia yang meninggal dunia itu berpengaruh langsung pada kepentingan-kepentingan beraneka warna dari berbagai orang anggota lain dari masyarakat dan kepentingan-kepentingan ini, selama hidup seorang itu membutuhkan pemeliharaan dan penyelesaian oleh orang lain.  Maka dari itu, ditiap-tiap masyarakat dibutuhkan suatu peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara kepentingan dalam masyarakat itu diselamatkan.

Hukum warisan di Indonesia sejak dahulu sampai saat ini masih beraneka ragam bentuknya, masing-masing golongan penduduk tunduk kepada aturan-aturan hukum yang berlaku kepadanya sesuai dengan ketentuan Pasal 163 IS Yo. Pasal 131 IS. Golongan penduduk tersebut terdiri dari :
- Golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka
- Golongan Timur Asing Tionghoa dan Non Tionghoa
- Golongan Bumi Putera.
Berdasarkan peraturan Perundang-undangan R. I. UU No. 62 / 1958 & Keppers No. 240 / 1957 pembagian golongan penduduk seperti diatas telah dihapuskan tentang hukum waris ini dapat dilihat di dalam Hukum Kewarisam Islam, Hukum Adat dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( BW ). Ketiga sistem hukum ini memiliki karakteristik dan ciri khas masing-masing mengakibatkan terjadinya perbedaan antara yang satu dengan lainnya. Namun demikian apabila berbicara persoalan hukum waris, maka tidak terlepas dari 3 ( tiga ) unsur pokok yaitu adanya harta peninggalan atau kekayaan pewaris yang disebut warisan, adanya pewaris yaitu orang yang menguasai atus memiliki harta warisan dan adanya ahli waris yaitu orang yang menerima pengalihan atau penerusan atau pembagian harta warisan.









B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dikaji adalah :
1.        Bagaimana pengertian hukum waris itu?
2.        Bagaimana cara untuk menyelenggarakan pembagian warisan?
3.        Siapa saja orang-orang yang berhak menjadi ahli waris?
4.        Bagaimana bagian yang diterima ahli waris dan hak-hak khusus ahli waris?

C.    TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian hukum waris itu
2.      Mengetahui cara untuk menyelenggarakan pembagian warisan
3.      Mengetahui orang-orang yang berhak menjadi ahli waris
4.      Mengetahui bagian yang diterima ahli waris dan hak-hak khusus ahli waris












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Waris
1.      Menurut kompilasi Hukum Islam
Pasal 171 huruf a Inpres Nomor 1 Tahun 1991 berbunyi: “Hukum warisan adalah  hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilik harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing”.

2.      Menurut Vollmart
“Hukum waris adalah perpindahan dari sebuah harta kekayaan seutuhnya, jadi keseluruhan hak-hak dan wajib-wajib, dari orang yang mewariskan kepada warisnya” (Vollmart, 1989: 373).

3.      Menurut Pitlo
“Hukum waris adalah kumpulan peraturan, yang mengatur hukum mengenai kekeyaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga” (Pitlo, 1981: 1).

4.      Menurut Soebekti dan Tjitrosudibjo
“Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meningggal dunia.”


5.      Menurut Wirjono Prodjodikoro
“Hukum waris adalah soal apakah dan bagaimanakah pekbagai hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia dan beralih kepada orang lain yang masih hidup.”

6.      Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi ahli waris.

7.      Hukum waris adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur mengenai pemindahan harta kekayaan pewaris kepada ahli warisnya, bagian yang diterima, serta hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga.

Unsur-unsur yang terdapat dalam hukum waris :
1.      Kaidah hukum
Hukum waris dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu hukum waris tertulis dan hukum waris adat. Hukum waris tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi, sedangkan hukum waris adat adalah hukum waris yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat adat.
2.      Pemindahan harta kekayaan pewaris
Pemindahan harta kekayaan mengandung makna bahwa harta yang diperoleh pewaris selama hidupnya dibagikan dan diserahkan kepad  ahli waris yang berhak menerimanya.



3.      Ahli waris
Ahli waris adalah orang yang berhak menerima warisan dari pewaris. Di dalam hukum waris telah ditentukan bagian-bagian yang diterima ahli waris.
4.      Bagian yang diterimanya
Masing-masing hukum waris berbeda bagian yang diterima ahli waris, misalnya dalam hukum waris Islam yang diterima ahli waris berbada antara satu dengan yang lain. Ahli waris laki-laki mendapat bagian yang sangat besar dibandingkan dengan ahli waris wanita.
5.      Hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga
Hubungan anatara ahli waris dengan pihak ketiga adalah hubungan hukum yang timbul antara pewaris dengan pihak ketiga pada saat pewaris masih hidup, ia mempunyai utang maupun piutang sehingga ahli warislah yang akan mengurusnya.


Subjek hukum waris terdiri dari :
1.      Pewaris
-         Meninggalkan harta
-         Diduga meninggal dengan meninggalkan harta
2.      Ahli waris
-         Sudah lahir pada saat warisan terbuka (pasal 836 KUH Perdata).







Terjadinya pewarisan harus memenuhi 3 unsur :
1.      Pewaris adalah orang meninggal dunia meningggalkan harta kepada orang lain.
2.      Ahli waris adalah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian.
3.      Harta warisan adalah segala harta kekayaan dari orang yang meningggal dunia.     
                                                                            
Syarat pewarisan terdiri dari :
1.    Pewaris meninggal dan meninggalkan harta.
2.    Orang yang menjadi ahli waris harus mempunyai hak atas harta warisan si pewaris.
Hak ini dapat timbul karena :
a.    Antara pewaris dan ahli waris harus ada hubungan darah baik sah atau luar nikah (untuk mewaris berdasarkan undang-undang (pasal 832 KUH Perdata)).
b.    Pemberian melalui surat wasiat (pasal 874 KUH Perdata).
3.    Orang yang menjadi ahli waris, harus sudah ada pada saat pewaris meninggal dunia (pasal 836 KUH Perdata). Dengan pengecualian apa yang tercantum dalam pasal 2 KUH Perdata yang berbunyi :
“Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan diangggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya.”
4.    Orang yang menjadi ahli waris, tidak termasuk orang yang dinyatakan tidak patut, tidak cakap atau menolak warisan.
a.    Orang yang tidak patut untuk mewaris diatur dalam pasal 838 KUH Perdata.
b.    Orang yang tidak cakap untuk mewaris diatur dalam pasal 912 KUH Perdata.
c.    Orang yang menolak warisan diatur dalam pasal 1058 KUH Perdata.

B.     Hak-Hak Yang Dipunyai Ahli Waris
Hak-hak khusus ahli waris antara lain :

1.        Hak Saisine
Kata saisine berasal dari peribahasa perancis “le mort saisit le vil”, yang berarti bahwa yang mati dianggap memberikan miliknya kepada yang masih hidup. Maksudnya ialah, bahwa para ahli waris segera pada saat meninggalnya pewaris, mengambil alih semua hak dan kewajibannya tanpa adanya suatu tindakan dari mereka, kendatipun mereka tidak mengetahuinya.
Hak ini diatur dalam pasal 833 ayat 1 KUH Perdata “sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal”. Hak saisine pada pewarisan dengan surat wasiat diatur dalam pasal 955 KUH Perdata.
Hak saisine ini tidak dipunyai oleh negara, sehinggga membedakan negara sebagai ahli waris dengan ahli waris lainnya. Jadi apabila semua ahli waris sudah tidak ada, maka semua harta warisan akan jatuh kepada negara. Namun dalam hal ini negara terlebih dahulu harus ada keputusan dari Pengadilan Negeri (pasal 833 ayat 3 KUH Perdata).



2.        Hak Hereditatis Petitio
Diatur dalam pasal 834 dan 835 KUH Perdata. Hak hereditatis Petitio diberikan oleh undang-undang kepada para ahli waris terhadap mereka, baik yang atas dasar suatu titel atau tidak menguasai seluruh atau sebagian dari harta peningggalan seperti juga terhadap mereka yang secara licik telah menghentikan penguasaan.
Sebenarnya hak ini dapat dilihat sebagai pelengkap daripada hak saisine, karena dengan saisine maka hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris berpindah kepada ahli waris, termasuk hak-hak tuntut yang dipunyai dan mungkin sedang dijalankan oleh pewaris dan juga yang belum mulai dilaksanakan.

3.        Hak untuk Menuntut Pembagian Warisan
Hak ini diatur dalam pasal 1066 KUH Perdata bahwa “Tiada seorangpun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tak terbagi.” Hak ini merupakan hak yang terpenting dan merupakan cirri khas dari hukum waris.

4.        Hak untuk Menolak Warisan
Hak untuk menolak warisan diatur dalm pasal 1045 jo. pasal 1051 KUH Perdata. Seorang ahli waris tidak harus menerima harta warisan yang jatuh kepadanya bahkan apabila ahli waris tersebut telah meninggal dunia maka ahli warisnyapun dapat memilih untuk menerima atau menolak warisan.




C.    Cara Untuk Menyelenggarakan Pembagian Warisan
Menurut undang-undang ada dua cara mendapatkan warisan yaitu :

1.         Sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang
Diatur dalam pasal 832 KUH Perdata dan dalam pasal 174 Inpres No. 1 tahun 1991.
2.         Karena ditunjuk dalam surat wasiat ( tastement)
Ahli waris menurut wasiat adalah waris yang menerima warisan, karena adanya wasiat (testamen) dari pewaris kepada ahli waris yang dituangkannya dalam surat wasiat. Surat wasiat (testamen) adalah suatu akta terjadi setelah ia meninggal dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali (pasal 875 KUH Perdata).

D.    Orang-Orang Yang Berhak Menjadi Ahli Waris
Pasal 838 mengatakan, yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan dari pewarisan adalah:
1.      Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan            membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat si pewaris (pasal 838 ayat 1 KUH Perdata, pasal 172 ayat 1 Inpres No. 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum Islam).
2.      Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena  secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si pewaris, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara 5 tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat (pasal 838 ayat 2 KUH Perdata, pasal 172 ayat 2 Inpres No. 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum Islam).
3.      Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan tidak mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut wasiatnya (pasal 838 ayat 3 KUH Perdata).
4.      Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris (pasal 838 ayat 4 KUH Perdata).

 Orang-orang yang berhak menjadi ahli waris menurut undang-undang yang diatur dalam pasaal 832 KUH Perdata :
1.         Para keluarga sedarah baik sah maupun luar kawin.
2.         Suami atau istri yang hidup terlama.

Ahli waris karena hubungan darah ini ditegaskan kembali dalam pasal 852 KUH Perdata, yaitu anak atau sekalian keturunan mereka baik anak sah atau anak luar kawin. Berdasarkan interpretasinya Pitlo, membagi ahli waris menurut undang-undang menjadi 4 golongan yaitu :
1.         Golongan pertama, terdiri dari suami atau istri dan keturunannya.
2.         Golongan kedua, terdiri dari orang tua, saudara dan keturunan saudara.
3.         Golongan ketiga, terdiri dari leluhur lain-lainnya.
4.         Golongan keempat, terdiri dari sanak keluarga lain-lainnya dalm garis menyimpang sampai dengan derajat keenam (Pitlo, 1986 : 41).

Orang-orang yang berhak menjadi ahli waris berdasarkan Inpres No. 1 tahun 1991 pasal 174 yaitu :
1.         Menurut hubungan darah
Merupakan ahli waris yang timbul karena hubungan keluarga. Dibedakan menjadi 2 golongan yaitu :
a.    Golongan laki-laki terdiri dari :
-       Ayah
-       Anak laki-laki saudara laki-laki
-       Paman
-       Kakek
b.    Golongan perempuan terdiri dari :
-       Ibu
-       Anak perempuan
-       Saudara perempuan
-       Nenek
2.         Menurut hubungan perkawinan
Merupakan ahli waris yang timbul karena adanya hubungan perkawinan antar pewaris dengan ahli waris. Yang termasuk ahli waris karena hubungan perkawinan adalah terdiri dari duda atau janda. Apabila semua ahli waris ada maka yang berhak mendapat warisan hanya :
a.    Anak
b.    Ayah
c.    Ibu
d.    Janda atau duda

Kewajiban-kewajiban ahli waris yang harus dilakukan yaitu :
1.      Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai
2.      Menyelesaikan baik utang-utang berupa perobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun kewajiban untuk menagih piutang.
3.      Menyelesaikan wasiat pewaris
4.      Membagikan harta warisan diantara ahli waris yang berhak secara adil
 Ahli waris menurut wasiat adalah ahli waris yang menerima awarisan karena adanya wasiat (testamen) dari pewaris kepada ahli waris yang dituangkannya dalam surat wasiat.
 Surat wasiat (testamen) adalah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali (pasal 874 KUH Perdata).

E.     Bagian yang Diterima Ahli Waris dan Hak-Hak Khusus Ahli Waris
Bagian keturunan dan suami istri (pasal 852 KUH Perdata)
1.      Dalam pasal 852 KUH Perdata telah ditentukan bahwa orang yang pertama kali dipanggil oleh undang-undang untuk menerima warisan adalah anak-anak dan suami atau istri.
2.      Bagian yang diterima oleh mereka adalah sama besar antara satu dengan yang lainnya.
3.      Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan juga tidak ada perbedaan antara yang lahir pertama kali dengan yang lahir berikutnya.
4.      Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keturunan, suami atau istri mendapat bagian yang sama besar di antara mereka.
Bagian bapak, ibu saudara laki-laki dan saudara perempuan (pasal 854 sampai dengan pasal 856 KUH Perdata)
1.      Pasal 854 KUH Perdata mengatur apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, sedangkan bapak dan ibunya masih hidup, maka mereka (bapak dan ibu) mendapat bagian 1/3 dari warisan, sedangkan saudara laki-laki dan saudara perempuan 1/3 bagian.
2.      Pasal 855 KUH Perdata juga ditentukan bagian dari bapak dan ibu yang hidup terlama. Bagian mereka tergantung pada kuantitas dari saudara laki-laki atau saudara perempuan dari pewaris.
a.       Apabila pewaris meninggalkan seorang saudara laki-laki dan seorang saudara perempuan, maka hak dari bapak atau ibu yang hidup terlama adalah ½ bagian.
b.      Apabila pewaris meninggalkan 2 orang saudara laki-laki dan saudara perempuan , maka yang menjadi hak dari bapak  atau ibu yang hidup terlama adalah 1/3 bagian.
c.       Apabila pewaris meninggalkan lebih dari 2 saudara laki-laki dan saudara perempuan, maka yang menjadi hak dari bapak atua ibu yang hidup terlama adalah ¼ bagian.
3.      Sisa dari harta warisan itu menjadi hak dari saudara laki-laki dan perempuan dari pewaris. Bagian saudara laki-laki dan saudara perempuan adalah sama besar diantara mereka. Bagian dari saudara laki-laki dan saudara perempuan ditentukan lebih lanjut dlam pasal 856 KUH Perdata.
4.      Apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan, suami atu istri, sedangkan bapak atau ibu telah meninggal lebih dahulu, maka yang berhak menerima seluruh harta warisan dari pewaris adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan.

Bagian anak luar kawin (pasal 862 sampai dengan pasal 871 KUH Perdata)
1.      Hak anak luar kawin yang diakui sah diatur dalam pasal 862 KUH Perdata.
a.       Jika yang meninggal, meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri maka bagian dari anka luar kawin adalh 1/3 bagian dari yang sedianya diterima, seandainya mereka adalah anak yang sah (pasal 863 KUH Perdata).
b.      Jika pewaris tak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri akan tetapi meninggalkan keluarga sederajat dalam garis ke atas ataupun saudara laki-laki dan perempuan atau keturunan mereka, maka anak luar kawin mendapat ½ bagian dari warisan
c.       Jika pewaris hanya meninggalkan sanak saudara dalam derajat yang lebih jauh, maka bagian dari anak luar kawin adalah ¾ bagian.
d.      Jika pewaris tidak meninggalkan pewaris lainnya, maka anak luar kawin mendapat seluruh warisan (pasal 865 KUH Perdata).
e.       Jika salah seorang keluarga sedarah tersebut meninggal dunia dengan tak meningggalkan sanak saudara dalam derajat yang mengizinkan pewarisan maupun suami atau istri yang hidup terlama maka anak luar kawin berhak untuk menunutut seluruh warisan dengan mengesampingkan negara (pasal 873 KUH Perdata)
2.      Pembagian warisan anak luar kawin
a.       Jika anak luar kawin meninggal terlebih dahulu, maka sekalian anak dan keturunan yang sah berhak mendapat warisan dari pewaris (pasal 866 KUH Perdata).
b.      Jika anak luar kawin meninggal dunia tak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri maka yang berhak mendapatkan warisan itu ialah bapak atau ibu yang mengakuinya dan mereka masing-masing mendappat ½ bagian (pasal 870 KUH Perdata).
c.       Jika anak luar kawin meninggal dunia tidak meninggalkan keturunan, suami atau istri sedangkan orang tua ynag mengakuinya telah meninggal terlebih dahulu, barang-barang yang dulu diwariskan dari orang tua itu diserahkan kepada keturunan yang sah dari bapak atau ibu yang mengakuinya (pasal 871 KUH Perdata).
d.      Apabila anak luar kawin meninggal dunia, tanpa meninggalkan suami atau istri, bapak atau ibu yang mengakuinya maupun saudara laki-laki atau saudara perempuan atau keturunan mereka tidak ada, dengan mengesampingkan negara warisan itu diwariskan oleh para keluarga sedarah yang terdekat dari bapak atau ibu yang mengakuinya, dengan catatan hak dari keluarga dari garis bapak atau ibu masing-masing ½ bagian (pasal 873 KUH Perdata)




















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

 3 unsur pokok dalam hukum waris yaitu :
a.       adanya harta peninggalan atau kekayaan pewaris yang disebut warisan
b.      adanya pewaris yaitu orang yang menguasai atus memiliki harta warisan
c.       adanya ahli waris yaitu orang yang menerima pengalihan atau penerusan atau pembagian harta warisan.

Apabila kita bandingkan antara ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata dengan yang terdapat dalam Inpres NO. 1 tahun 1991, tampaklah keduanya terdapat perbedaan. Salah satu perbedaannya adalah tentang hak anak luar kawin.
  Di dalam KUH Perdata, anak luar kawin mendapat warisan dari orang tua yang mengakuinya, sedangkan dalam Inpres No. 1 tahun 1991, bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya (pasal 186 Inpres No. 1 tahun 1991).
 Dengan demikian anak luar kawin tidak mewaris dari keluarga bapak yang mengakuinya.







1 komentar: