PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA
TRANSPORTASI ONLINE
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas
Mata kuliah Hukum Telematika
OLEH KELOMPOK :
Rizke Diana 1474201094
M. Riefqi S. 1474201104
Chairunisa 1474201086
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TANGERANG
TANGERANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan usaha di berbagai
bidang baik bidang industri, pertanian, manufaktur, dan lain sebagainya
membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung perkembangan
dunia usaha itu sendiri, salah satu sarana yang dibutuhkan tersebut adalah
transportasi baik transportasi darat, udara, dan laut. Dewasa ini perkembangan
dunia transportasi khususnya transportasi darat berkembang sangat pesat, dimana
perkembangan dan pertumbuhan industri transportasi tersebut tidak lepas dari
peningkatan jumlah pengguna jasa transportasi darat yang juga mengalami
perkembangan pesat. Kebutuhan akan sarana transportasi terus meningkat seiring
dengan semakin banyaknya kebutuhan pengiriman barang dan perpindahan manusia
itu sendiri.
Pada kehidupan
sehari-hari transportasi memiliki peranan yang sangat penting dan tidak dapat
dipisahkan dari aktifitas manusia. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang
paling sederhana (tradisional) sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa
didukung oleh kegiatan pengangkutan, bahkan salah satu barometer penentu
kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan
perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut
dalam kegiatan pengangkutan.
ransportasi
darat memiliki peran yang sangat penting di dalam kehidupan bangsa, karena
semua aspek kehidupan masyarakat tidak ada yang tidak disentuh oleh
transportasi darat. Sesuai dengan fungsinya, transportasi darat dituntut untuk
dapat menyediakan jasa transportasi jalan, kereta api, sungai, danau dan
penyeberangan serta angkutan perkotaan, angkutan lingkungan, sehingga mampu
menunjang pengembangan sektor-sektor lainnya. Sejak awal peranan transportasi
darat sangat dominan dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Transportasi
atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari
ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut,
sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat,
perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal lain yang
juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan
kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan
pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan
pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh
pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata,
pendidikan serta sektor-sektor yang mendukung lainnya.
Secara umum
transportasi memegang peranan penting dalam dua hal yaitu pembangunan ekonomis
dan pembangunan non ekonomis. Tujuan yang bersifat ekonomis misalnya
peningkatan pendapatan nasional, mengembangkan industri nasional dan
menciptakan serta memelihara tingkat kesempatan kerja bagi masyarakat. Sejalan
dengan tujuan ekonomis tersebut adapula tujuan yang bersifat non ekonomis yaitu
untuk mempertinggi integritas bangsa, serta meningkatkan pertahanan dan
keamanan nasional.
Faktor
keamanan, kenyamanan, dan kecepatan yang harus dicapai ke tempat tujuan menjadi
salah satu permasalahan yang harus dapat diatasi guna efisiensi dan penghematan
biaya transportasi tersebut. Sebagai negara kepulauan dan negara yang sedang
berkembang dalam menjalin hubungan dengan luar negeri, maka sangat dibutuhkan
jasa dan alat transportasi untuk menghubungkan pulau yang satu dengan pulau
yang lain dan negara lain, kondisi dan keadaan seperti itulah yang
mengakibatkan jasa dan alat transportasi menjadi sangat penting.
Pada umumnya
sebagian besar masyarakat sangat tergantung dengan angkutan umum bagi pemenuhan
kebutuhan mobilitasnya, karena sebagian besar masyarakat tingkat ekonominya
masih tergolong lemah atau sebagian besar tidak memiliki kendaraan pribadi.
Peluang inilah yang dilihat pelaku usaha untuk menyediakan jasa pengangkutan
bagi warga yang tidak memeiliki kendaraan atau warga yang memerlukan efisiensi
waktu dengan menaiki kendaraan umum. Salah satu hasil produk jasa transportasi
yang di buat oleh pelaku usaha yang sedang popular saat ini adalah transportasi
darat berbasis aplikasi android online, seperti Aplikasi Go-Jek, Grab Taxi.
Keberadaan jasa
transportasi online ini sempat menjadi polemik hukum di kalangan penegak hukum,
dimana dalam aturan hukum kendaraan roda dua (Aplikasi Go-Jek) bukanlah
termasuk dalam moda pengangkutan umum bagi masyarakat, dimana hal tersebut
merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan. Pada dasarnya sepeda motor hanya digunakan untuk angkutan lingkungan,
bukan angkutan perkotaan di jalanjalan utama, di negara-negara maju. Selain
itu, angkutan umum wajib melakukan pengujian kendaraan bermotor karena terkait
keselamatan untuk mengangkut orang, sementara sepeda motor tidak melalui uji
tersebut.
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan di maksudkan untuk
mengatur penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Penyelenggaraan
lalu-lintas dan angkutan jalan juga perlu dilakukan secara berkesinambungan dan
terus ditingkatkan agar lebih luas jangkauan dan pelayanannya kepada
masyarakat, dengan tetap memperhatikan kepentingan umum, kemampuan masyarakat,
kelestarian lingkungan, dan ketertiban masyarakat dalam penyelenggaraan
lalu-lintas dan angkutan jalan sekaligus mewujudkan sistem transportasi
nasional yang handal dan terpadu. Pembangunan hukum tidak hanya menambah
peraturan baru atau merobah peraturan lama dengan peraturan baru tetapi juga
harus dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak yang
terkait dengan sistem transportasi terutama pengguna jasa transportasi.
Mengingat
penting dan strategisnya peran lalu-lintas dan angkutan jalan yang menguasai
hajat hidup orang banyak serta sangat penting bagi seluruh masyarakat, maka
pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana pengangkutan perlu di tata
dan dikembangkan dalam sistem terpadu dan kepentingan masyarakat umum sebagai
pengguna jasa transportasi perlu mendapatkan prioritas dan pelayanan yang optimal
baik dari pemerintah maupun penyedia jasa transportasi. Selain itu perlindungan
hukum atas hak-hak masyarakat sebagai konsumen transportasi juga harus
mendapatkan kepastian.
Secara teoretis
hubungan hukum menghendaki adanya kesetaraan di antara para pihak, akan tetapi
dalam praktiknya hubungan hukum tersebut sering berjalan tidak seimbang
terutama dalam hubungan hukum antara penyedia jasa dan penyewa. Sehubungan
dengan itu diperlukan suatu perlindungan hukum bagi pengguna jasa transportasi
serta jenis-jenis angkutan lainnya adalah unsur keselamatan angkutan dan
tanggung jawab pengangkut. Pada kenyataannya masih sering pengemudi angkutan
melakukan tindakan yang dinilai dapat menimbulkan kerugian bagi penumpang, baik
itu kerugian yang secara nyata dialami oleh penumpang (kerugian materiil),
maupun kerugian yang secara immateriil seperti kekecewaan dan ketidaknyamanan
yang dirasakan oleh penumpang.
Misalnya saja
tindakan pengemudi yang mengemudi secara tidak wajar dalam arti saat menjalani
tugasnya pengemudi dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, meminum sesuatu atau
minuman keras yang dapat mempengaruhi kemampuannya mengemudikan kendaraan
secara ugal-ugalan sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penumpang
yang menjadi korban. Dengan melihat kenyataan tersebut, dapat diketahui bahwa
dalam sektor pelayanan angkutan umum masih banyak menyimpan permasalahan
klasik, dan dalam hal ini pengguna jasa (penumpang) sering menjadi korban daripada
perilaku pengangkut yang tidak bertanggung jawab.
Setiap
kecelakaan transportasi darat selalu menimbulkan kerugian bagi penumpang baik
moril maupun materill yang tentu saja melahirkan permasalahan hukum yang
berkepanjangan, khususnya berkenaan dengan tanggung jawab hukum perusahaan
penyedia jasa transportasi darat online atau pengangkut (carrier) terhadap
penumpang dan pemilik barang baik sebagai para pihak dalam perjanjian
pengangkutan maupun sebagai konsumen dalam hal terjadi kecelakaan transportasi.
Melihat gambaran di atas, sangat diperlukan tanggung jawab penyedia jasa
transportasi darat online terhadap
keselamatan dan keamanan penumpang, khususnya jika terjadi kecelakaan
transportasi darat. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini diberi judul “Aspek Perlindungan Hukum Pengguna Jasa
(Penumpang) Transportasi Online Berbasis
Aplikasi Di Tinjau Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat
diidentifikasi beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan makalah
ini, yaitu:
1. Bagaimana
aturan-aturan hukum jasa pengangkutan
darat online berbasis aplikasi?
2. Bagaimana
bentuk perlindungan hukum terhadap pengguna jasa (penumpang) pengangkutan darat
online berbasis aplikasi?
3. Bagaimana
bentuk ganti rugi yang diberikan bagi pengguna jasa (penumpang) pengangkutan
darat online berbasis aplikasi dalam hal terjadi kecelakaan?
C.
Tujuan
Makalah ini dibuat sebagai syarat tugas
Hukum Telematika, sesuai permasalahan diatas adapun tujuan penelitian ini
adalah :
1.
Untuk mengetahui aturan-aturan hukum jasa pengangkutan
darat online berbasis aplikasi.
2.
Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap
pengguna jasa (penumpang) pengangkutan darat online berbasis aplikasi.
3.
Untuk mengetahui bentuk ganti rugi yang diberikan bagi
pengguna jasa pengangkutan darat online berbasis aplikasi dalam hal terjadi
kecelakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
ATURAN HUKUM
JASA PENGANGKUTAN DARAT ONLINE BERBASIS APLIKASI
Seiring dengan semakin
berkembangnya smartphone (telepon pintar) yang memiliki fitur teknologi
aplikasi untuk menghubungkan pengguna smartphoneke internet, mendorong
perkembangan teknologi aplikasi hingga akhirnya saat ini dimanfaatkan sebagai
media bisnis. Teknologi aplikasi merupakan hasil kreativitas para pelaku usaha
yang melihat adanya peluang bisnis dalam wilayah di antara pembeli dan penjual
jasa. Wilayah itulah yang dikembangkan para pelaku usaha untuk berbisnis dengan
menciptakan teknologi aplikasi yang digunakan untuk menghubungkan antara
masyarakat pengguna dan pelaku usaha.
Teknologi aplikasi yang digunakan untuk memesan barang
dan jasa menggunakan sistem dan jaringan elektronik untuk menghubungkan
konsumen. Akses ke pasar yang secara mudah dan cepat, menjadi nilai jual dari
teknologi aplikasi. Karenanya, penggunaan teknologi juga tidak lepas dari
unsur-unsur seperti penggunaan uang elektronik, penyimpanan data elektronik,
dan unsurunsur lain yang merupakan bagian dari perdagangan elektronik atau e-commerce.
Saat ini bermunculan berbagai perusahaan jasa berbasis teknologi aplikasi yang berfungsi
untuk mempertemukan masyarakat sebagai pembeli dan penjual secara cepat dan
praktis.
Pada dasarnya perusahaan yang bergerak dibidang aplikasi
pengangkutan darat online bukanlah
perusahaan transportasi, melainkan perusahaan aplikasi yang mana kegiatannya
menggunakan teknologi aplikasi sebagai salah satu cara transaksi dalam rangka
memberikan kemudahan akses bagi konsumen dalam memesan ojek ataupun taxi. Oleh
karena itu, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perusahaan dibidang aplikasi
pengangkutan darat online sebagai suatu
perusahaan aplikasi hanya berstatus sebagai pelaku usaha penghubung. Dengan
status sebagai pelaku usaha penghubung, maka dapat dicermati bahwa driver gojek
atau grab taxi tidak memiliki hubungan kerja dengan
perusahaan aplikasinya.
Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan mendefinisikan hubungan kerja sebagai hubungan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai
unsure pekerjaan, upah, dan perintah. Dari pengertian itu terlihat tiga unsure
hubungan kerja, yaitu:
a.
Pekerjaan, unsur
ini terpenuhi jika pekerja hanya melaksanakan pekerjaan yang sudah diberikan
perusahaan. Dalam praktiknya, driver go-jek atau grab taxi tidak menerima
perintah kerja dari perusahaan, melainkan dari pelanggan ojek dan dikerjakan
secara pribadi seperti halnya tukang ojek pada umumnya.
b.
Upah, unsur ini
terpenuhi jika pekerja menerima kompensasi berupa uang tertentu yang besar
jumlahnya tetap dalam periode tertentu, bukan berdasarkan komisi atau bagi
hasil. Driver tidak mendapatkan gaji dari perusahaan, justru para driver harus
membagi 20 (dua puluh) persen pendapatannya ke perusahaan.
Berkaitan dengan izin, perusahaan aplikasi jasa
pengangkutan darat online tidak memiliki izin usaha dibidang transportasi,
melainkan mengantongi surat izin usaha perdagangan. Hal ini disebabkan, karena
dalam praktiknya, skema jual beli yang terjadi melalui teknologi aplikasi
terbagi menjadi dua jalur, yakni:
a.
Transaksi langsung,
yakni konsumen langsung memesan barang dan jasa kepada pelaku usaha penyedia
melalui teknologi aplikasi, lalu barang dan jasa disediakan langsung dari
penyedia.
b.
Transaksi melalui
penghubung, yakni konsumen memesan barang dan jasa kepada pelaku usaha yang
menyediakan jasa penghubung, kemudian pelaku usaha tersebut melakukan pemesanan
kepada pelaku usaha penyedia yang cocok dengan pesanan konsumen. Selanjutnya,
penyedia barang dan jasa yang akan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen
yang melakukan pemesanan di awal. Sebagai contohnya, pemesanan taksi express yang bekerja sama
dengan perusahaan grab taxi melalui aplikasi grab taxi, atau pemesanan kamar
hotel melalui aplikasi traveloka.
Dari kedua jalur tersebut, aplikasi pengangkutan darat
online termasuk ke dalam jalur transaksi melalui penghubung. Hampir semua badan
usaha yang menyediakan jasa penghubung antara konsumen dan pelaku usaha
penyedia barang dan jasa melalui teknologi aplikasi memiliki status sebagai
badan hukum perseroan terbatas. Izin dan persyaratan yang dimiliknya adalah
surat izin usaha perdagangan dan tanda daftar perusahaan.
Sebagai pelaku usaha penghubung, penyedia jasa pengangkutan
darat online tidak perlu memiliki izin untuk memperdagangkan jasa yang ia
hubungkan melalui teknologi aplikasi. Hal ini mengingat tanggung jawab atas
perdagangan jasa tersebut ada pada produsen jasa yang melaksanakan kegiatan
pengangkutan. Sebagai contoh, aplikasi traveloka tidak perlu memiliki izin usaha
perhotelan, namun hotel yang kamarnya dipesan melalui traveloka, harus memiliki
izin usaha perhotelan. Namun, masalah yang timbul adalah jasa yang dihubungkan
penyedia jasa pengangkutan darat onlineadalah tidak diaturnya ojek sebagai
salah satu jenis sarana angkutan umum dalam peraturan perundang-undangan oleh
pemerintah sehingga menimbulkan masalah hukum.
Kegiatan perdagangan jasa yang melalui sistem elektronik,
saat ini diatur dalam undang-undang yang pada intinya, ketentuan dalam
undang-undang mewajibkan pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa
dengan menggunakan sistem elektronik untuk menyediakan data dan/atau informasi
secara lengkap dan benar.Selain itu, oleh karena perusahaan penyedia jasa
pengangkutan darat online bukan sebagai perusahaan transportasi, maka tentu
tanggung jawab yang dimilikinya tidak sama dengan tanggung jawab yang dimiliki
perusahaan Data dan informasi tersebut meliputi identitas dan legalitas pelaku
usaha, persyaratan teknis barang dan jasa, harga dan carapembayaran, serta cara
penyerahan barang. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut dapat menimbulkan
konsekuensi berupa pencabutan izin bagi pelaku usaha.
Selain itu, oleh karena perusahaan penyedia jasa
pengangkutan darat online bukan sebagai perusahaan transportasi, maka tentu
tanggung jawab yang dimilikinya tidak sama dengan tanggung jawab yang dimiliki
perusahaan transportasi pada umumnya. Untuk memahami tanggung jawab hukum perusahaan
penyedia aplikasi transportasi, harus dipahami bahwa ‘usaha melaluiteknologi
aplikasi’ bukan merupakan suatu klasifikasi bidang usaha. Hal ini dikarenakan
teknologi aplikasi dalam hal ini berfungsi sebagai penghubung kegiatan usaha,
dan bukan bidang usaha secara khusus. Hal inilah yang menyebabkan perusahaan
penyedia jasa pengangkutan darat online
beserta perusahaan sejenis lainnya menyatakan diri sebagai perusahaan
teknologi, karena kegiatan usaha mereka adalah menjalankan dan mengembangkan
suatu teknologi aplikasi yang kemudian digunakan untuk menghubungkan penyedia
usaha dan pengguna jasa.
Mengingat penting dan strateginya peranan lalu lintas dan
angkutan jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka lalu lintas dan
angkutan jalan di kuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh
pemerintah. Kemudian penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan perlu
diselenggarakan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas
daya jangkau dan pelayanannya kepada masyarakat dengan masyarakat dengan
memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat,
kelestarian lingkungan, koordinasi antara wewenang pusat dan daearah serta
antara instansi, sektor dan unsur yang terkait serta terciptanya keamanan dan
ketertiban masyarakat dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan
sekaligus dalam rangka memwujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan
terpadu.
Keseluruhan dari pada hal tersebut dicerminkan dalam satu
undangundang yang utuh yaitu undang-undang yang mengatur lalulintas dan
angkutan jalan ialah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan. Dalam undang-undang tersebut diatur hal-hal yang bersifat pokok,
sedangkan yang bersifat teknis dan operasioanl akan diatur dalam peraturan
pemerintah dan peraturan pelaksanaaan lainnya. Transportasi jalan
diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan
selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efesien, mampu
memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan
untuk menunjang pemerataan penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan
biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
2.
PERLINDUNGAN
HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA (PENUMPANG) PENGANGKUTAN DARAT ONLINE BERBASIS
APLIKASI
Perlindungan
hukum bagi penumpang adalah suatu masalah yang besar dengan persaingan global
yang terus berkembang sehingga perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam
persaingan global. Dilihat dari aspek perlindungan hukum bagi konsumen jasa
angkutan, tidak ditegakkannya perlindungan hukum sangat tidak ideal dan dalam
praktek merugikan bagi konsumen, karena pada tiap kecelakaan alat angkutan
darat tidak pernah terdengar dipermasalahkannya tanggung jawab pengusaha
kendaraan angkutan umum. Pemerintah dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum
bagi konsumen pengguna jasa angkutan umum, memberikan bentuk perlindungan hukum
berupa:
a)
Perlindunagan
Hukum Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Pengaturan tentang hukum perlindungan
konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Berdasarkan undang-undang tersebut disebutkan bahwa
“perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat
melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak
sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen. Dengan adanya
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen beserta
perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang dan
mereka dapat menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan
atau dilanggar oleh pelaku usaha.
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku
saat ini memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dengan
adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa
dilakukan dengan penuh optimisme. Pengertian perlindungan konsumen yang
termaktub dalam undangundang ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat
konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa bagi
konsumen, dan menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung
jawab.
b)
Perlindungan
Hukum Melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
Perlindungan hukum dalam undang-undang
ini terlihat secara tegas, dimana dinyatakan bahwa “angkutan umum wajib
mengangkut orang dan/atau barang, setelah
disepakati perjanjian pengangkutan dan/atau dilakukannya pembayaran
biaya angkutan oleh penumpang dan/atau pengiriman barang.” Penjelasan pasal
dalam undang-undang ini kemudian menambahkan bahwa wajib angkut ini dimaksudkan
agar perusahaan angkutan umum tidak melakukan perbedaan perlakuan terhadap
pengguna jasa angkutan, sepanjang pengguna jasa angkutan telah memenuhi
persyaratan perjanjian pengangkutan yang telah disepakati.
Perjanjian pengangkutan disini tidak
harus diwujudkan dalam bentuk kontrak tertentu (tertulis). Perjanjian
pengangkutan dapat terjadi secara lisan. Bahkan dalam hal tertentu, misalnya
ketika penumpang yang telah memasuki angkutan umum ke suatu tujuan tertentu,
maka ia dianggap telah melakukan perjanjian atau telah disepakati secara
diam-diam semua persyaratan perjanjian angkutan. Dengan demikian para pihak
terlibat disini telah mengadakan perjanjian pengangkutan. Sebagai
konsekuensinya, pengangkutan (atau produsen dalam konteks hukum konsumen) harus
atau wajib mengangkut penumpang tersebut sampai ke tempat tujuan yang
disepakati.
Pengangkutan tidak boleh melakukan
tindakan diskriminasi dalam mengangkut penumpang. Dalam melakukan angkutan umum
tersebut, pengangkut harus mematuhi penetapan tarif angkutan yang dibuat
pemerintah. Tarif angkutan terdiri dari tarif angkutan orang dan tarif angkutan
barang.Pasal 181 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan Selain pengaturan perjanjian pengangkutan yang berkaitan dengan
kewajiban mengangkut di atas, bagian terpenting lain dalam hukum pengangkutan
yang dapat memberikan perlindungan konsumen adalah pengaturan tanggung jawab
pengangkut. Kemudian seberapa besar perlindungan konsumen yang dapat diberikan
pengaturan tanggung jawab ini sangat bergantung kepada prinsip tanggung jawab
pengangkut yang dianut suatu undang-undang.
3.
BENTUK GANTI
RUGI YANG DIBERIKAN BAGI PENUMPANG JASA PENGANGKUTAN DARAT ONLINE BERBASIS
APLIKASI DALAM HAL KECELAKAAN
Pada perjanjian
pengakutan, pengangkut memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan
dari tempat asal ke tujuan tertentu yang disepakati dan menjaga keselamatannya
hingga sampai tujuan tersebut. Apabila pengakut telah melaksanakan
kewajibannya, ia terikat pada konsekuensi yang dipikulnya berupa tanggung
kepada pengirim barang atau penumpang. Dari kewajiban pengakut di atas timbul
tanggung jawab pengangkut. Segala sesuatu yang menganggu keselataman barang
atau penumpang menjadi tanggung jawab pengangkutan, dengan demikian berarti
wajib menaggung segala kerugian yang diderita pengirim barang atau penumpang.
Wujud tanggung
jawab tersebut adalah ganti rugi, dimana ketentuan tanggung jawab pengkutan
inilah yang dapat dijadikan sebagai instrumen perlindungan konsumen penggunan
jasa angkutan umum. Berdasarkan ketentuan di atas, maka konsumen angkutan umum
memiliki hak untuk dilayani secara benar dan layak oleh pelaku usaha. Konsumen
juga berhak atas keselamatan dan kenyamanan atas jasa angkutan umum yang
digunakan. Untuk menjamin adanya keselamatan tersebut, maka pelayanan harus
dengan standar mutu yang baik, pelaku usaha harus menggunakan kendaraan yang
benar-benar laik jalan untuk mengangkut penumpang.
Konsumen juga
secara tegas memiliki hak untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha jika
penumpang atau konsumen, jika penumpang mengalami kerugian akibat kecelakaan
lalu lintas atau kerugian lainnya. Konsumen juga memiliki hak untuk mendapatkan
ganti rugi jika ia mendapatkan pelayanan yang tidak semestinya. Didalam hukum
pengangkutan dikenal 3 (tiga) macam prinsip tanggung jawab, yakni:
a.
Prinsip
Tanggung Jawab Karena Adanya Unsur Kesalahan
Berdasarkan konsep tanggung jawab hukum
atas dasar kesalahan (based on fault liability), kelalaian atau kesalahan
produsen yang berakibat pada timbulnya kerugian konsumen merupakan faktor
penentu hak konsumen untuk mengajukan tuntutan ganti rugi kepada produsen.
Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Pasal diatas
sesungguhnya tidak merumuskan arti perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad),
tetapi hanya mengemukakan unsur-unsur
yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dapat dikualifikasikannya sebagai
perbuatan melawan hukum, unsure-unsur dalam pasal tersebut adalah sebagai
berikut:
1)
Pertama,pihak tergugat merupakan produsen yang
benar-benar mempunyai kewajiban untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari
terjadinya kerugian konsumen.
2)
Kedua,produsen tidak melaksanakan kewajibannya untuk
menjamin kualitas produknya sesuai dengan standar yang aman untuk digunakan.
3)
Ketiga,konsumen menderita kerugian.
4)
Keempat,kelalaian produsen merupakan faktor yang
mengakibatkan adanya kerugian pada konsumen (hubungan sebab akibat antara
kelalaian dan kerugian konsumen).
Tanggung jawab hukum kepada orang yang
menderita kerugian tidak hanya terbatas kepada perbuatan sendiri, melainkan
juga perbuatan karyawan, pegawai, agen, perwakilannya apabila menimbulkan
kerugian kepada orang lain, sepanjang orang tersebut bertindak sesuai dengan
tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada orang tersebut. Tanggung jawab yang
telah disebutkan ini sesuai dengan isi ketentuan Pasal 1367 KUH Perdata, dimana
tanggung jawab semacam ini juga dikenal dalam common law system.
b.
Prinsip
Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga
Menurut prinsip tanggung jawab praduga,
tergugat (pengangkut) dianggap selalu bertanggung jawab atas segala kerugian
yang timbul. Tergugat dapat membebaskan tanggung jawabnya, apabila ia dapat membuktikan
bahwa dirinya tidak bersalah (absence of fault). Pada dasarnya prinsip tanggung
jawab berdasar praduga ini juga merupakan tanggung jawab berdasar kesalahan,
hanya saja kesalahan dengan pembalikan beban pembuktian kepada pihak tergugat. Prinsip
tanggung jawab atas dasar praduga ini juga diterapkan Pasal KUH Dagang yang menyatakan:
“Pengangkutan
diwajibkan membayar ganti rugi yang disebabkan karena tidak diserahkannya
barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang, kecuali bilamana
ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah
akibat dari suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat lagi dicegah atau
dihindarinya, akibat sifat, keadaan atau cacat benda sendiri atau dari
kesalahan pengirim.”
Jadi, apabila penggugat akan mengajukan
tuntutan untuk memperoleh
ganti rugi tidak perlu membuktikan kesalahan tergugat
(pengangkut). Penggugat cukup menunjukkan bahwa kecelakaan atau kerugian yang
menimpa dirinya itu terjadi selama masa pengangkutan atau periode tanggung jawab
pengangkut. Kemudian apabila pengangkut berupaya untuk membebaskan
tanggungjawabnya, maka ia harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
Sebagai imbalan adanya pembalikan beban pembuktian tersebut, maka prinsip
tanggung jawab berdasar praduga ini diiringi adanya ketentuan pembatasan
tanggung jawab. Tanggung jawab pengangkut untuk memberikan ganti rugi dibatasi
sampai pada jumlah maksimal tertentu.
c.
Prinsip
Tanggung Jawab Mutlak
Dalam prinsip tanggung jawab mutlak
pengangkut tergugat sebagai selalu bertanggungjawab tanpa melihat ada tidaknya
kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah. Dengan kata lain, didalam
prinsip tanggung jawab mutlak ini kesalahan dipandang sebagai suatu hal yang
tidak relevan untuk dipermasalahkan, apakah dalam kenyataannya ada atau tidak.
Prinsip tanggung jawab mutlak dalam kepustakaan biasa dikenal dengan istilah
strict liability atau absolute liability. Dari kedua istilah tersebut ada yang
menyamakannya, tetapi ada pula yang membedakannya. Ada perbedaan antara strict liability
dengan absolute liability dengan memperhatikan ada tidaknya kemungkinan bagi
tergugat untuk membebaskan diri dari tanggungjawabnya. Dalam strict liability,
dalam hal tertentu dimungkinkan adanya pembebasan tanggungjawab, sedangkan
dalam absolute liability tidak ada kemungkinan untuk membebaskan tanggungjawab
tersebut.
Penggunaan istilah strict
liability dan absolute liability sering kali bergantian.
Meskipun baik secara teoretis maupun praktik sulit diadakan perbedaan diantara
keduannya, ada perbedaan pokoknya. Didalam strict liability perbuatan yang
menyebabkan kerugian yang dituntut itu harus dilakukan oleh yang
bertanggungjawab. Dengan perkataan lain, di dalam strict liability terdapat
hubungan kausalitas antara orang-orang yang benar-benar bertanggungjawab dan
kerugian. Di dalam strict liability, semua hal yang biasanya dapat membebaskan
tanggung jawab (usual defences) tetap diakui, kecuali hal-hal yang mengarah
pada kenyataan tidak bersalah, karena kesalahan tidak diperlukan lagi.
Pada absolute liability, tanggung jawab
akan timbul kapan saja keadaan yang menimbulkan tanggung jawab tersebut tanpa
mempermasalahkan oleh siapa dan bagaimana terjadinya kerugian tersebut. Dengan
demikian, didalam absolute liability tidak diperlukan hubungan kausalitas, dan
hal-hal yang membebaskan tanggungjawab hanya yang dinyatakan secara tegas.
Tidak ada ukuran yang pasti dalam membedakan istilah strict liability dengan
absolute liability. Namun demikian, terdapat indikasi yang diterima umum, bahwa
didalam strictliability pihak yang bertanggung jawab dapat membebaskan diri
dari tanggung jawab berdasarkan alas an yang sudah dikenal (usual defences) di
dalam absolute liability, alasan-alasanumum pembebasan tanggungjawab tidak
berlaku, kecuali secara khusus ditentukan dalam suatu instrument khusus,
seperti konvensi internasional atau peraturan perundang-undangan nasional.
Tanggung jawab akan timbul begitu
kerugian terjadi tanpa mempersoalkan siapa penyebabnya dan bagaimana
terjadinya. Dengan penjelasan di atas, terlihat bahwa hanya tanggung jawab
mutlak yang dapat memberikan perlindungan bagi konsumen jika konsumen mengalami
kerugian akibat penyelenggaraan pengangkutan tersebut. Ketentuan prinsip
pertanggungjawaban mutlak juga tercantum dalam dalam UU LLAJ, dinyatakan bahwa
“pengusaha angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diderita
penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, karena kelalaiannya dalam
melaksanakan pelayanan angkutan.” Dari ketentuan ini jelas sekali, bahwa
undang-undang ini menerapkan tanggung jawab atas dasar adanya unsur kesalahan
pengangkut. Jika penumpang atau konsumen akan menuntut pengangkut atau
produsen, maka harus dibuktikan adanya kesalahan atau kelalaian pengangkut.
Ciri khas tanggung jawab pengangkut
berdasarkan tanggung mutlak adanya pembatasan tanggung jawab dalam wujud
pembatasan jumlah maksimal ganti rugi. Ini merupakan imbalan (quid pro
quo) atas digunakannya prinsip tanggung
jawab yang tidak memperhatikan adanya unsur kesalahan. UU LLAJ tidak menerapkan
pembatasan tersebut dan hanya menentukan bahwa ganti rugi yang dimaksud adalah
sebesar kerugian yang secara nyata diderita penumpang, pengiriman barang atau
pihak ketiga.
Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa besarnya
ganti rugi yang harus ditanggung oleh pengusaha angkutan yang harus dibayar
kepada pengguna jasa atau pihak ketiga adalah sebesar kerugian yang secara
nyata diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga. Tidak
termasuk dalam pengertian kerugian yang secara nyata diderita antara lain
seperti keuntungan yang diharapkan akan diperoleh, kekurangnyamanan yang
diakibatkan karena kondisi jalan atau jembatan yang dilalui selama perjalanan,
dan biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati.
4.
BENTUK GANTI
RUGI YANG DIBERIKAN BAGI PENUMPANG JASA PENGANGKUTAN DARAT ONLINE BERBASIS
APLIKASI DALAM HAL TERJADI KECELAKAAN.
Konsep
perlindungan konsumen sebagaimana diimplementasikan dalam undang-undang harus
sejalan dengan teori yang menyatakan hukusebagai alat perubahan sosial
masyarakat (law is a tool as a social engineering). Hukum diartikan sebagai
seperangkat aturan yang berfungsi sebagai alat untuk mengidentifikasi dan
menyesuaikan berbagai kepentingan masyarakat yang saling bersinggungan dengan
mengupayakan timbulnya benturan dan kerugian yang seminimal mungkin. Dengan
kata lain hukum menekankan pada fungsi hukum sebagai alat penyelesaian berbagai
permasalahan (problem solving) dalam masyarakat, artinya dengan eksistensi
undang-undang diharapkan tidak hanya melindungi masyarakat umum sebagai
konsumen tetapi juga sebagai alat untuk meminimalisir terjadinya kerugian
akibat terjadinya benturan antar pelaku usaha dan konsumen sebagai akibat dari
adanya kelalaian pelaku usaha. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti
rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Adapun ketentuan
pasal-pasal yang mengatur prinsip tanggung jawab dan ganti rugi kepada konsumen
akibat adanya kelalaian pelaku usaha yaitu sebagai berikut:
Pasal 19 UUPK
Pasal 23 UUPK
Pasal 24 UUPK
Pasal 27 UUPK
tuntutan ganti
kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat adanya kelalaian pelaku usaha
yang didasarkan pada tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi dan
tuntutan ganti kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum. Apabila tuntutan
berdasarkan wanprestasi, maka terlebih dahulu tergugat dan penggugat (produsen
dan konsumen) terikat dalam suatu perjanjian. Dengan demikian pihak ketiga
(bukan sebagai pihak dalam perjanjian) yang dirugikan tidak dapat menuntut
ganti kerugian dengan alasan wanprestasi.
Ganti kerugian
yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat tidak dipenuhinya
kewajiban, berupa kewajiban atas prestasi dalam perikatan. Wujud dari tidak
memenuhi perikatan itu ada 3 (tiga) macam yaitu debitur sama sekali tidak
memenuhi perikatan, debitur terlambat memenuhi perikatan, dan debitur keliru
atau tidak pantas memenuhi perikatan. Tuntutan ganti kerugian berdasarkan
wanprestasi adalah sebagai akibat penerapan klausula dalam perjanjian, yang
merupakan ketentuan hukum yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak yang
dikenal dengan asas pacta sunt servanda.
Tuntutan ganti
kerugian yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum tidak perlu didahului
dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga tuntutan ganti
kerugian dapat dilakukan setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah
terdapat hubungan perjanjian antara produsen dengan konsumen. Dengan demikian
pihak ketigapun dapat menuntut ganti kerugian. Adapun unsur-unsur perbuatan
melawan hukum yang harus dipenuhi yaitu adanya perbuatan melawan hukum, ada
kerugian, ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian,
dan ada kesalahan. Sementara kerugian yang ditimbulkan akibat kecelakaan di
jalan ditanggung oleh jasa raharja.
5.
KETENTUAN HUKUM
MENGENAI PEMBERIAN ASURANSI BAGI PENUMPANG JASA PENGANGKUTAN DARAT ONLINE
BERBASIS APLIKASI YANG MENJADI KORBAN KECELAKAAN.
Ketentuan hukum
mengenai ganti kerugian yang terdapat dalam undangundang terhadap kecelakaan
pengangkutan dijelaskan bahwa “perusahaan angkutan umum wajib mengganti
kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan
pelayanan angkutan.” Dalam hal terjadi pelanggaran lalu lintas yang berakibat
kecelakaan lalu lintas dan menimbulkan kerugian bagi orang lain, menentukan
bentuk pertanggungjawaban yangharus diberikan sebagai berikut:
1)
Jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas
baik kecelakaan lalu lintas ringan, sedang maupun berat, pengemudi, pemilik,
dan/atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris
korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak
menggugurkan tuntutan perkara pidana.
2)
Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban
akibat kecelakaan lalu lintas sedang dan berat, pengemudi, pemilik, dan/atau
perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya
pengobatandengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Untuk
mendapatkan pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita akibat kecelakaan
lalu lintas adalah dengan cara melaporkan kecelakaan lalu lintas kepada
kepolisian terdekat, kemudian pihak kepolisian akan melakukan upayaupaya
berikut ini:
1.
Mendatangi tempat kejadian dengan segera
2.
Menolong korban
3.
Melakukan tindakan pertama di kejadian perkara
4.
Mengolah tempat kejadian perkara
5.
Mengatur kelancaran arus lalu lintas
6.
Mengamankan barang bukti
7.
Melakukan penyidikan perkara
Dalam hal ada
cukup bukti adanya pidana dalam kecelakaan lalu lintas tersebut saat dilakukan
penyidikan maka akan dilanjutkan dengan penuntutan melalui sidang di
pengadilan. Sedangkan apabila tidak terdapat cukup bukti, penyidikan akan
dihentikan. Mengenai besaran jumlah ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh
pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah ditentukan berdasarkan
putusan pengadilan. Selain melalui putusan pengadilan, penyelesaian ganti
kerugian juga dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai
di antara pihak yang terlibat. Jadi, selain melalui proses hukum di pengadilan,
penyelesaian ganti kerugian dapat diperoleh melalui cara negosiasi di antara
para pihak yang terlibat.
Cara memperoleh
santunan bagi korban kecelakaan adalah dengan menghubungi kantor jasa raharja
terdekat mengisi formulirpengajuan dengan melampirkan laporan polisi
tentangkecelakaan lalu lintas dari unit laka satlantas setempat dan atau dari
instansi berwenang lainnya, keterangan kesehatan dari dokter yang merawat,
identitas korban atau ahli waris korban, yang mana formulir pengajuan tersebut
diberikan jasa raharja secara cuma-cuma. Selain itu perlu dilengkapi bukti lain
yang diperlukan, dalam hal korban luka-luka kuitansi biaya rawatan dan
pengobatan yang asli dan sah, dalam hal korban meninggal dunia surat kartu
keluarga atau surat nikah (bagi yang penumpang atau korban yang sudah menikah).
Terdapat juga
ketentuan lain yang perlu diperhatikan seperti jenis santunan baik berupa
berupa penggantian biaya rawatan dan pengobatan (sesuai ketentuan), santunan
kematian, santunan cacat tetap, ahli waris dan kadaluarsa masa pengajuan
santunan. Hak santunan menjadi gugur atau kadaluwarsa jika permintaan diajukan
dalam waktu lebih dari 6 (enam) bulan setelah terjadinya kecelakaan, atau tidak
dilakukan penagihan dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah hak atas korban
kecelakaan pengangkutan darat yang dimaksud disetujui oleh jasa raharja.
Besarnya jumlah santunan menurut undang-undang ditetapkan berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.010/2008, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
37/PMK.010/2008, dimana besaran santunan bagi yang meninggal duniasebesar Rp. 25.000.000, catat tetap (maksimal)
sebesar Rp.25.000.000, biaya rawatan (maksimal) sebesar Rp. 10.000.000, dan
biaya penguburan sebesar Rp. 2.000.000.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Aturan-aturan hukum jasa
pengangkutan darat online berbasis
aplikasi diantaranya berkaitan dengan izin, perusahaan aplikasi jasa
pengangkutan darat online tidak memiliki
izin usaha dibidang transportasi, melainkan mengantongi surat izin usaha
perdagangan. Kegiatan perdagangan jasa yang melalui sistem elektronik, saat ini
diatur dalam undang-undang perdagangan yang pada intinya, ketentuan dalam
undang-undang mewajibkan pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa
dengan menggunakan sistem elektronik untuk menyediakan data dan/atau informasi
secara lengkap dan benar. Mengingat penting dan strateginya peranan lalu lintas
dan angkutan jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka lalu lintas
dan angkutan jalan di kuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh
pemerintah. Keseluruhan dari pada hal tersebut dicerminkan dalam satu
undang-undang yang utuh yaitu undang-undang yang mengatur lalulintas dan
angkutan jalan ialah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan.
2.
Perlindungan hukum bagi penumpang adalah suatu masalah yang
besar dengan persaingan global yang terus berkembang sehingga perlindungan
hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan global. Pemerintah dalam rangka mewujudkan
perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa angkutan umum, khusunya terhadap
pengguna jasa (penumpang) pengangkutan darat online berbasis aplikasi dimana bentuk perlindungan
hukum berupa perlindungan hukum melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, dan perlindungan hukum melalui Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
3.
Bentuk ganti rugi yang diberikan bagi pengguna jasa
(penumpang) pengangkutan darat online
berbasis aplikasi dalam hal terjadi kecelakaan adalah mendapat ganti
kerugian. Ketentuan hukum mengenai ganti kerugian yang terdapat dalam
undang-undang terhadap kecelakaan pengangkutan dijelaskan bahwa “perusahaan
angkutan umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau
pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan. Terdapat
juga ketentuan lain yang perlu diperhatikan seperti jenis santunan baik berupa
berupa penggantian biaya rawatan dan pengobatan (sesuai ketentuan), santunan
kematian, dan santunan cacat tetap.
B.
SARAN
1. Sebaiknya pemerintah membuat
regulasi khusus mengenai pengangkutan darat berbasis aplikasi online, agar
tercupta bentuk perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan penumpang.
2.
Seharusnya perusahaan penyedia jasa pengangkutan darat
berbasis aplikasi online, tetap harus ikut andil dalam hal terjadi kecelakaan
pengangkutan darat, walaupun status kedudukannya hanya sebagai
penghubung, namun perusahaan sharusnya mempertimbangkan aspek perlindungan
konsumen.
3.
Seharusnya penumpang lebuh bijak menggunakan pengangkutan darat
berbasis aplikasi online, bukan hanya
mencari alternatif mudah dan mengesampingkan aspek keselamatan berkendara.